6 Bulan Lagi, Tentara Transgender AS Terancam Dipecat?

Terungkap sebuah memo dari Gedung Putih untuk Kemhan AS yang berpotensi mengancam kelangsungan karier tentara transgender.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 25 Agu 2017, 14:00 WIB
Sejumlah pendemo berorasi mengecam Donald Trump terkait larangan transgender masuk militer AS di Times Square, Rabu (26/7). Pemerintah belum memutuskan apakah transgender yang sudah bertugas di militer akan dikeluarkan atau tidak. (AP/Frank Franklin II)

Liputan6.com, Washington, DC - Gedung Putih dikabarkan tengah mempersiapkan mandat bagi Kementerian Pertahanan untuk menerapkan sejumlah larangan terhadap tentara transgender yang berdinas di militer Amerika Serikat.

Rencana itu terkandung dalam sebuah memo yang berasal dari Gedung Putih yang akan dikirim kepada Pentagon dalam waktu dekat. Isi memo itu diungkap oleh seorang sumber dari Gedung Putih yang menolak menyebutkan namanya.

Menurut sumber tersebut, memo itu berisi sejumlah ketentuan meliputi rencana pemecatan tentara transgender, menghentikan perekrutan calon pasukan berstatus transgender, serta menghentikan pembayaran jaminan kesehatan bagi personel dari kelompok gender tersebut. Demikian seperti yang dikutip dari The New York Times, Jumat (25/8/2017).

Dokumen berjumlah dua setengah halaman itu memberikan Menhan James Mattis waktu selama enam bulan untuk mengimplementasikannya secara penuh. Meski begitu, memo itu belum bersifat final.

Jika telah final dan diimplementasikan, memo tersebut juga mampu membuat Menhan Mattis memiliki kewenangan untuk menetapkan sejumlah ketentuan legal bagi tentara transgender yang berdinas dalam militer AS.

Sejumlah ketentuan legal itu akan membuat tentara transgender yang telah berdinas mengalami pembatasan penugasan, penghentian dana jaminan kesehatan dan sexual reassignment surgery (operasi transgender), hingga ancaman pemecatan.

Terkait pembatasan penugasan, memo itu mungkin akan mengancam para tentara transgender untuk tidak dapat dikerahkan dalam konflik bersenjata, atau misi lain yang membutuhkan jangka waktu operasi yang panjang, seperti penempatan di dalam kapal perang atau kapal selam.

Sementara itu, Kepala Staf Gabungan Militer AS Joseph Dunford menyebut, tidak akan ada perubahan kebijakan dalam internal organisasi beserta seluruh cabang angkatan bersenjata yang ia bawahi, sampai Menhan James Mattis menerima perintah resmi dari Presiden Trump.

 


Donald Trump Plinplan

Saat kampanye, Donald Trump berjanji akan menjadi presiden Amerika Serikat pertama dari kubu Republik yang mengakui hak-hak kaum LGBT. Ia membela Caitlyn Jenner -- mantan olahragawan dan anggota klan Kardashian yang memutuskan untuk menjadi perempuan -- untuk menggunakan kamar mandi sesuai dengan identitas gender yang dipilihnya.

Suatu ketika, miliarder nyentrik itu berdiri di panggung kampanye. Tangannya mengibarkan bendera pelangi bertuliskan 'LGBT for Trump'.

"Terima kasih komunitas LGBT! Aku akan berjuang demi kalian saat Hillary (Clinton) memasukkan lebih banyak orang yang akan mengancam kebebasan dan apa yang kalian percayai," tulis dia di Twitter pribadinya @realDonaldTrump, seperti dikutip dari situs Vox, Kamis 27 Juli 2017.

Namun kini, Donald Trump berbalik sikap. Ia melarang kaum transgender bergabung dengan militer AS.

"Setelah berkonsultasi dengan para jenderal dan ahli militer, harap dimaklumi bahwa Pemerintah Amerika Serikat tidak akan menerima atau mengizinkan transgender untuk melayani dalam kapasitas apapun dalam kemiliteran (US Army)," tulis dia, juga di akun Twitter pribadinya.

Biaya medis yang mahal dan 'gangguan' yang disebabkan anggota militer yang transgender dijadikan alasan.

Rencana Trump itu dinilai mengejutkan. Padahal, baru pada 2016 lalu, Pentagon atas perintah Presiden Barack Obama mengizinkan individu transgender berdinas di militer AS secara terbuka.

Larangan Trump tentu saja ditanggapi emosional oleh para transgender yang bergabung dalam angkatan bersenjata.

"Aku ingin melihat mereka mencoba menendangku keluar dari kesatuanku," kata Sersan Logan Ireland kepada Air Force Times, seperti dikutip dari News.com.au. 

"Anda semua tak bisa menyangkal hakku untuk melayani negaraku, selama memenuhi syarat dan mampu, aku ingin mengabdikan hidupku."

Logan yang terlahir sebagai perempuan adalah pilot angkatan udara yang menonjol. Ia juga menikah dengan transgender, Laila Villanueva, yang lahir sebagai pria.

Logan menambahkan, larangan tersebut tak hanya menyakiti komunitas transgender, tapi juga militer.

"Untuk presiden -- yang menyangkal seseorang berbadan sehat, memenuhi syarat, dan punya hak yang setara untuk mengangkat tangan kanan, mengucap sumpah demi melayani negara, rela mengorbankan nyawa demi kemerdekaan -- (ia telah melakukan) ketidakadilan."

Logan berharap bisa bertemu dengan Donald Trump. "Jadi aku bisa mengatakan langsung kepadanya tentang diriku dan 15.500 anggota militer saat ini memperjuangkan hak-hak mereka juga demi negara."

Keputusan Trump juga ditanggapi sejumlah veteran. "Aku pernah mengabdikan diriku untuk negara; Trump belum pernah... Ia sosok narsistik yang mementingkan diri sendiri. Keputusannya melukai ribuan anggota militer dan keluarganya," kata mantan anggota marinir yang juga transgender, Connie Rice (58).

 

Saksikan juga video berikut ini

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya