Menteri Susi: Larangan Cantrang Bukan untuk Hambat Rezeki Nelayan

Susi menyatakan, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi fokus pada keberlanjutan sumber daya perikanan.

oleh Septian Deny diperbarui 25 Agu 2017, 16:30 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan pelarangan cantrang dan menggantinya dengan alat tangkap yang lebih ramah lingkungan bukan untuk menghambat pendapatan para nelayan.

Susi menyatakan, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) fokus pada keberlanjutan sumber daya perikanan. Untuk itu, dirinya mengeluarkan aturan larangan penggunaan cantrang dan menggantinya dengan alat tangkap lain.‎

"Pemerintah betul-betul serius menangani keberlanjutan dari pada produksi perikanan tangkap terutama selain kita merambah ke budi daya. Jadi, Bapak-Bapak Ibu-Ibu pengalihan alat tangkap ini bukan untuk membatasi penangkapan atau rezeki Bapak-Bapak. Bukan," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta, Jumat (25/8/2017).

Menurut Susi, dengan peralihan cantrang ke alat tangkap lain justru membuat pendapatan nelayan meningkat. Sebab, ikan yang ditangkap adalah ikan berukuran besar yang harganya jauh lebih tinggi ketimbang ikan-ikan kecil yang ditangkap menggunakan cantrang.‎

"Justru untuk menambah dan memastikan itu ada terus-menerus. Kalau ikan dijaga pasti akan lebih banyak. Ikan kecil itu makanan ikan besar. Dulu bawal putih di pantura banyak, simping juga gede-gede, rajungan dulu besar-besar. Nah kalau ini sudah tidak ada jaring, cantrang yang pake gardan ini hilang pasti nanti net-nya akan dapat ikan gede. Ikan besar juga harganya pasti lebih besar," jelas dia.

Oleh sebab itu, lanjut Susi, kebiasaan menanggap ikan dengan cantrang atau alat tangkap lain yang tidak ramah lingkungan harus diubah. Hal ini bukan hanya demi keberlangsungan sumber daya perikanan, melainkan juga meningkatkan pendapatan nelayan.

"Nelayan pantura terus saja milih iwak cilik-cilik yang harga cuma Rp 5.000. Sedih saya, betul. Kasian kita pitiknya malah cuma Rp 3.000. Sudah gitu cuma jadi tepung ikan lagi, sayang ya. Jadi, iwak cilik panganane iwak gede. Kalau iwak kecik diambil oleh kita yang gedenya juga enggak dateng. Itu yang harus dipikir kita semua," tandas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya