Liputan6.com, Pyongyang - Pemerintah Amerika Serikat berencana memberlakukan larangan perjalanan ke Korea Utara di tengah tingginya tensi antara kedua negara. Namun, justru karena itulah, warga AS malah berbondong-bondong untuk berangkat ke Pyongyang
Amerika Serikat memberlakukan travel ban ke Korea Utara pada 1 September mendatang. Dengan demikan, para pemegang paspor AS tak lagi bisa berkunjung ke negara yang mengisolasi diri itu.
Advertisement
"Dengan adanya rencana larangan bepergian 1 September mendatang, rasanya seperti harus berangkat sekarang atau tidak sama sekali," kata Nicholas Burkhead seperti dikutip dari CNN pada Minggu (27/8/2017). Warga asal Virginia AS yang menyesal lantaran ia telat mempelajari bahasa Korea sebelum berangkat ke Korea Utara.
Bagi Burkhead dan orang semacamnya, ancaman penangkapan dan pemenjaraan di negara totaliter nampaknya bukan jadi penghalang bagi mereka. Mereka juga tidak peduli dengan ancaman bahwa Korea Utara bakal jadi sasaran nuklir dari negara mereka sendiri.
Seiring dengan latihan militer bersama AS dan Korea Selatan semenjak Jumat lalu, Korea Utara telah menembakkan tiga rudal balistik jarak pendek ke laut antara Semenanjung Korea dan Jepang.
Dua rudal terbang dengan sukses sementara rudal ketiga meledak sesaat setelah peluncuran.
Larangan bepergian warga AS dikeluarkan sebulan setelah kematian misterius Otto Warmbier, seorang mahasiswa berusia 22 tahun dari Ohio yang dipenjara hampir satu setengah tahun, dan kembali ke orangtuanya dalam keadaan koma di mana dia tidak pernah terbangun.
Mungkin akan ada pengecualian terhadap larangan perjalanan tersebut, tentunya atas kebijaksanaan Departemen Luar Negeri AS. Wartawan adalah salah satu contohnya. Sementara itu, di Pyongyang, Will Ripley dari CNN adalah satu-satunya jurnalis Barat yang meliput dan tinggal di negara itu.
"Paspor AS tidak berlaku untuk perjalanan ke, melalui dan di Korea Utara. Hanya individu tertentu paspornya akan mendapat dengan validasi khusus jika ingin melakukan perjalanan ke atau di dalam Korea Utara," kata Heather Nauert, juru bicara Departemen Luar Negeri.
Meskipun ketegangan dan peluncuran rudal baru-baru ini, pariwisata ke Korea Utara terus berlanjut. Namun, volume penerbangan beberapa minggu belakangan ini sedikit lebih rendah dari biasanya.
Rombongan Turis AS Terakhir ke Korut
Ada delapan orang Amerika yang berada di pesawat, termasuk yang terakhir diizinkan dengan visa turis sebelum larangan tersebut berlaku.
"Kami menyayangkan adanya larangan ini, apalagi bagi mereka yang penasaran untuk pergi, karena orang Korea Utara mungkin ingin tahu seperti apa pengunjung orang Amerika," kata Simon Cockerell, yang turut dalam penerbangan ke Korut.
Cockerell adalah manajer umum Koryo Tours yang berbasis di Beijing, yang mengkhususkan diri dalam membantu wisatawan Barat sampai ke Korea Utara.
Itu perjalanan ke-165 dari Cockerell ke negara tertutup tersebut.
"Pada akhirnya, semua orang sama saja. Mau itu kami warga AS maupun warga Korut, " kata warga Washington DC, Ali Karim.
Karim, mantan dokter yang berkeliling dunia dengan sebuah pesan persatuan, mengatakan bahwa dia melanjutkan perjalanannya ke Korea Utara beberapa bulan untuk mengalahkan larangan tersebut.
Departemen Luar Negeri tidak melacak jumlah wisatawan Amerika ke Korea Utara. Namun, sejumlah operator tur memperkirakan bahwa ada sekitar ratusan turis AS yang berkunjung setiap tahunnya.
Saksikan video menarik berikut ini:
Advertisement