Jelang Divonis Pengadilan, Eks-PM Thailand Kabur ke Dubai

Eks-PM Thailand dikabarkan melarikan diri ke Dubai, beberapa hari jelang vonis atas kasus skema subsidi beras kontroversial.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 27 Agu 2017, 11:03 WIB
Yingluck Shinawatra

Liputan6.com, Bangkok - Mantan Perdana Menteri Thailand, Yingluck Shinawatra, dikabarkan melarikan diri ke Dubai, beberapa hari menjelang vonis pengadilan atas kasus skema subsidi beras kontroversial. Kabar itu bersumber dari seorang anggota Partai Pheu Thai, partai yang mengusung sang PM.

Yingluck meninggalkan Thailand pada Rabu 23 Agustus dan kini telah berada di Dubai. Menurut jadwal, ia diwajibkan hadir di persidangan pada Jumat 25 Agustus lalu.

Namun sang eks-PM tak menampakkan batang hidungnya hingga waktu yang telah ditentukan. Kini, pengadilan merilis surat perintah penangkapan setelah Yingluck tak hadir pada persidangan. Demikian seperti dikabarkan dari CNN, Minggu (27/8/2017).

Selain itu, seperti yang dikutip dari ABC News, Yingluck juga dikabarkan akan mencari suaka di London, Inggris.

Dubai juga merupakan destinasi Thaksin Shinawatra --mantan PM ke-23 Thailand serta kakak Yingluck-- untuk melarikan diri dari jerat hukum, setelah pengadilan mendakwanya sebagai tersangka kasus korupsi pada 2008. Thaksin kini menetap di Doha dan London.

"Ia (Yingluck) kini berada di Dubai bersama dengan Thaksin. Yingluck juga akan mencari suaka di Inggris," ujar seorang narasumber dari Partai Pheu Thai yang namanya dirahasiakan, seperti dikutip dari ABC News.

"Tindakan itu telah direncanakan. Ia tahu akan mendapat hukuman berat dari junta militer Thailand," tambah sang narasumber.

Anggota Partai Pheu Thai yang anonim itu juga menyebut, Yingluck mengambil rute melarikan diri via darat dari Thailand ke Kamboja. Dari sana, ia terbang menuju Singapura untuk transit dan melanjutkan penerbangan ke Dubai.

Pada sidang hari Jumat, pengacara Yingluck mengatakan, yang bersangkutan sedang sakit sehingga tak mampu hadir di persidangan. Namun, sang pengacara tak menunjukkan dokumen medis yang menguatkan alasan tersebut.

Akibatnya, Mahkamah Agung Thailand mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap sang eks-PM.

Yingluck -- yang dikudeta oleh militer pada 2014-- telah dilarang meninggalkan Thailand tanpa persetujuan pengadilan sejak 2015, ketika persidangan skema subsidi beras kontroversial dimulai untuk pertama kali.

Sejak dikudeta, junta militer mengucilkan perempuan berusia 50 tahun itu dari aktivitas politik selama lima tahun, serta membekukan seluruh asetnya.

Adik Thaksin itu terancam dibui 10 tahun atas kasus yang merugikan negara sebesar miliaran dollar Amerika Serikat. Junta militer juga menuntut hukuman ganti rugi hingga senilai US$ 1,1 miliar.

Mahkamah Agung Thailand melaporkan akan menjadwal ulang vonis pada 27 September.

Pada persidangan terpisah terkait kasus yang sama, mantan menteri perdagangan kabinet eks-PM Yingluck divonis 42 tahun penjara atas kasus korupsi.

 


Skandal Subsidi Beras Kontroversial Thailand

Subsidi beras yang diterapkan oleh pemerintah Yingluck merupakan versi ekstrem dari sebuah kebijakan yang telah diimplementasikan selama lintas generasi oleh pemerintah Thailand. Kebijakan itu ditujukan untuk mengendalikan harga beras selama periode panen.

Kebijakan itu juga memiliki motif politik, yakni untuk meraih simpati kelompok petani --yang merupakan lumbung suara dominan jelang pemilu-- bagi sejumlah politisi di pucuk pemerintahan.

Dalam skema subsidi beras versi Yingluck, sepanjang 2011 - 2013, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk membeli beras petani lokal dua kali lipat di atas harga pasar. Namun, kebijakan itu ternyata jadi bumerang.

Karena, pada periode yang sama, harga beras dunia tengah merosot tajam. Ketika harga beras dunia menjadi murah, pemerintah Thailand justru menimbun beras dengan harga jual yang mahal.

Akibatnya, sejumlah pihak tak bertanggung jawab memanfaatkan kondisi itu dengan mengambil, membeli, bahkan mencuri beras yang ditimbun pemerintah untuk dijual kembali. Sedangkan, beberapa ton beras yang tak disirkulasikan, mengalami pembusukan.

Beras itu ternyata sulit dijual kembali dan menyebabkan kerugian besar bagi Thailand. Kerugian ditaksir mencapai miliaran dollar AS.

Meski skema subsidi itu dianggap gagal, Yingluck bersikeras mempertahankan kebijakan itu.

Ketika namanya terseret kasus atas skema itu, Yingluck mengirim surat kepada PM Thailand yang menjabat, Prayuth Chan-ocha, untuk memberi tahu bahwa ada motif politik yang dibawa Jaksa Agung dalam masalah tersebut.

Pihak oposisi junta militer juga menuding, ada motif politik di balik diseretnya Yingluck ke dalam ranah proses hukum.

 

Simak pula video menarik berikut ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya