Tensi Meningkat, Ribuan Warga Rohingya Kabur ke Bangladesh

Ribuan Muslim Rohingya meninggalkan rumahnya, menyusul meningkatnya ketegangan di Rakhine.

oleh Citra Dewi diperbarui 28 Agu 2017, 09:09 WIB
Pengungsi Rohingya duduk di dekat rumahnya setelah Topan Mora menghantam di sebuah kamp di distrik Cox's Bazar, Bangladesh (31/5). Ribuan rumah dan tenda-tenda yang beratap jerami di kamp tersebut hancur akibat Topan Mora. (AFP Photo/Str)

Liputan6.com, Rakhine - Ribuan muslim Rohingya memilih meninggalkan rumahnya, menyusul meningkatnya ketegangan di Rakhine. Negara bagian yang menjadi wilayah termiskin di Myanmar itu merupakan rumah bagi 1 juta warga Rohingya.

Warga berbondong-bondong melarikan diri ke perbatasan Bangladesh. Namun, penjaga perbatasan di sana memaksa mereka untuk kembali.

Polisi Bangladesh mengatakan, pihaknya telah memaksa 70 orang untuk kembali ke Myanmar. Hal itu dilakukan setelah pihaknya menemukan bahwa orang-orang etnis Rohingya mencoba masuk ke sebuah kamp pengungsi di wilayah perbatasan Ghumdhum.

"Mereka memohon kepada kami untuk tak mengirim mereka kembali ke Myanmar," ujar seorang polisi seperti dikutip dari BBC, Senin (28/8/2017).

Namun, sekitar 3.000 orang etnis Rohingya berhasil masuk ke negara itu dan mencari perlindungan di sejumlah kamp sejak Jumat, 25 Agustus 2017.

Seorang koresponden AFP di sebuah kamp darurat di Balukhali mengatakan, banyak dari mereka yang membawa "cerita horor".

"Mereka melepaskan tembakan begitu dekat sehingga aku tak dapat mendengar apa pun sekarang," ujar Mohammad Zafar (70). Ia juga mengatakan bahwa pria bersenjata telah menembak mati kedua putranya di sebuah ladang.

"Mereka datang dengan tongkat untuk mendesak kami ke perbatasan," imbuh dia.

Sementara itu warga suku Rohingya lain, Amir Hossain (61), mengatakan bahwa mereka sangat membutuhkan bantuan.

"Tolong selamatkan kami. Entah tinggal di sini atau di mana pun kami akan terbunuh," ujar Amir.

Puluhan ribu dari komunitas Rohingya yang sebelumnya telah melarikan diri ke Bangladesh, menuduh pemerintah Myanmar telah melakukan penganiayaan etnis.


Pemicu Kembali Terjadinya Pertikaian di Rakhine

Ketegangan di Rakhine kembali terjadi pada 25 Agustus 2017. Peristiwa yang menelan 71 korban itu, terus berlanjut dengan bentrokan yang terjadi pada keesokan harinya.

Kantor Pemimpin De Facto Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan, kejadian itu berlangsung di Negara Bagian Rakhine. Daerah itu, sejak akhir tahun lalu, menjadi pusat pertikaian antara militer dan etnis muslim Rohingya.

"Sebanyak 12 orang aparat keamanan terbunuh dan 59 jasad dari kelompok teroris ekstremis Bengali telah ditemukan," ucap keterangan resmi tersebut seperti dikutip dari SBS.

Kelompok teroris ekstremis Bengali merupakan sebutan yang dipakai aparat keamanan Myanmar kepada milisi Rohingya.

Aparat Keamanan Myanmar dalam keterangan resminya menyebut, pemicu bentrokan adalah penyerangan 150 militan Rohingya ke-20 pos polisi.

Saat menyerang, mereka dilengkapi sejumlah senjata api dan bom molotov.

Menurut seorang pejabat kepolisian di Myanmar, kondisi di tempat meletusnya pemberontakan begitu mengerikan. Sebab, milisi Rohingya sempat mengepung perbatasan.

Sementara itu, menurut seorang editor BBC, Michael Bristow, ektremisme yang tumbuh di kelompok tersebut, tumbuh akibat pembatasan yang mereka hadapi. Selama ini, warga Rohingya telah menghadapi sejumlah pembatasan di Myanmar yang mayoritas penduduknya menganut agama Buddha.

 

Simak video berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya