Liputan6.com, Jakarta - Ketua Sindikat Saracen Jasriadi mengaku pernah melakukan pertemuan besar-besaran dengan para anggotanya menjelang Pilkada DKI Jakarta.
Menurut Jasriadi, pada 2016, Agus Setiawan mengajaknya bertemu dengan para anggota Saracen dalam acara silaturahmi akbar. Agus Setiawan merupakan salah satu pimpinan Saracen yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Advertisement
"Silaturahmi akbar itu waktu Pilkada DKI. Itu pertemuannya saya enggak tahu persis, di situ ada ceramah cara memilih pemimpin. Tapi lebih detailnya saya lupa karena sudah lama," kata Jasriadi kepada Liputan6.com, baru-baru ini.
Bahkan saat itu, kata Jasriadi, ada media yang meliput pertemuan tersebut. "Itu sekitar bulan 6 (Juni) atau 7 (Juli) itu," ujar dia.
Meski demikian, Jasriadi mengaku pertemuan itu tak ada sangkut pautnya dengan Saracen.
Para anggota Saracen tersebut pertama kali bertemu saat menjadi simpatisan salah satu calon presiden dan wakil presiden yang gagal pada Pilpres 2014.
"Perkenalan kita di medsos, waktu itu kan ada Pilpres 2014 kebetulan kita simpatisan salah satu calon yang gagal ya. Nah di situ kita kenal dengan yang seide, dan dari situ setiap yang seide ya kita kenal," tandas Jasriadi.
Saksikan video di bawah ini:
Diskualifikasi Pemenang Pilkada yang Terlibat Saracen
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo meminta kepolisian untuk mengusut tuntas jaringan penebar kebencian Saracen, termasuk mengungkap siapa pemesan berita hoax atau berita bohong kepada Saracen.
"Seluruh parpol (partai politik) termasuk pemerintah harus mendorong (kepolisian) untuk mengusut tuntas siapakah di belakang kelompok ini? Apakah hanya urusan bisnis semata, termasuk siapa yang memesan berita yang mengujar kebencian berkaitan dengan SARA, fitnah. Ini harus kita berantas," ujar Tjahjo.
Tjahjo mengatakan, jika ada pasangan calon dalam pemilihan legislatif (pileg), pemilihan kepala daerah (pilkada), maupun pemilihan presiden (pilpres) yang terbukti menyebarkan ujaran kebencian dan SARA, harus ditindak tegas bahkan harus didiskualifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam kontrol atau pengawasan DPR.
"Terkait pilkada, pileg, pilpres, juga harus jadi momentum baik untuk KPU dan Bawaslu dalam kontrol, pengawasan DPR siapa pun pasangan calon yang mengumbar kebencian, hujat, ujaran, dan fitnah harus ditindak tegas. Harus ada adu program, adu konsep," kata Tjahjo.
"Kalau ada tim sukses paslon (pasangan calon), paslon, dalam kampanye pilkada atau pilpres yang menyebar berita hoax pada intinya saya kira harus didiskualifikasi," lanjut dia.
Menurut Tjahjo, jika tidak ada tindakan tegas yang dilakukan, mekanisme demokrasi dalam pemilihan legislatif, pemilihan kepala daerah, maupun pemilihan presiden akan rusak. Itu karena, kata dia, salah satu syarat sukses gelaran tersebut adalah tidak adanya kampanye yang berbau SARA dan fitnah.
"Kalau enggak (ditindak tegas), akan merusak mekanisme demokrasi kita karena syarat pileg, pilpres, pilkada sukses itu tingkat partisipasi politik baik, tidak ada politik uang dan tidak ada kampanye yang menyesatkan, menghujat, berbau fitnah," tandas Tjahjo.
Advertisement