Liputan6.com, Jakarta - Investor asing cenderung melakukan aksi jual selama tiga bulan dari periode Juni hingga Agustus 2017. Aksi jual tersebut lantaran investor asing tengah menanti gebrakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Hal ini mengingat harapan pertumbuhan ekonomi Indonesia belum sesuai yang diharapkan.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), aliran dana investor asing mencapai Rp 21,69 triliun pada 31 Mei 2017. Per 25 Agustus 2017, dana investor asing sekitar Rp 1,9 triliun. Jadi dana investor asing keluar dari pasar saham mencapai Rp 19,79 triliun dalam tiga bulan.
Advertisement
Analis PT Minna Padi Investama Tbk Christian Saortua menuturkan, ada sejumlah faktor mendorong investor asing keluar dari pasar saham Indonesia. Pertama, dari faktor eksternal. Ini ditunjukkan dari pasar saham Amerika Serikat (AS) yang terus cetak rekor. Indeks Dow Jones sempat berada di level 22.000.
Christian menambahkan, bursa saham AS terus cetak rekor tersebut juga didorong dari indikator ekonomi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan pemulihan. Ditambah langkah bank sentral AS mendorong kenaikan suku bunga membuat dolar AS menguat. Hal itu juga membuat surat utang Amerika Serikat jauh lebih menarik.
"Indikator makro ekonomi AS dan bursa saham AS lebih menarik dari negara berkembang," kata Christian saat dihubungi Liputan6.com, Senin (28/8/2017).
Sementara itu, Analis PT Semesta Indovest Aditya Perdana menilai investor asing merealisasikan keuntungannya. Ini mengingat investor asing sudah masuk dari awal tahun. Dari faktor eksternal, ketidakpastian kebijakan ekonomi AS dengan reformasi pajaknya dan kebijakan the Federal Reserve membuat investor asing mengambil aksi untung.
"Saat ini ketidakpastian suku bunga AS masih menjadi concern. Selain itu, ketika Indonesia masuk dalam investment grade oleh S&P, investor asing juga perlahan keluar di sini sell on news. Investor asing sudah cukup untung ketika itu," jelas Aditya.
Sedangkan faktor dari dalam negeri, menurut Aditya, hasil laporan keuangan emiten pada kuartal II yakni emiten konsumer dan aneka industri tidak terlalu bagus mempengaruhi investor asing. Kinerja keuangan emiten yang masih positif yaitu bank dan komoditas.
"Investor asing mencari aman dengan realisasikan keuntungan," ujar Aditya.
Christian menambahkan, langkah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 4,5 persen mempengaruhi nilai tukar rupiah. Ini membuat persepsi risiko investasi asing terhadap Indonesia meningkat. Selain itu, valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah cukup tinggi. IHSG mencetak rekor baru ke level 5.915 pada Jumat 25 Agustus 2017. Kapitalisasi pasar saham mencapai Rp 6.482 triliun.
"Investor asing sudah masuk sejak Oktober 2016, dan IHSG cetak rekor, sehingga ada aksi ambil untung," kata Christian.
Christian menilai, sejumlah faktor dari dalam negeri seperti kinerja emiten yang tidak terlalu menggembirakan, hanya sektor tambang dan pertanian yang positif juga menjadi pertimbangan investor asing. Christian menuturkan, penguatan IHSG lebih ditopang dari sektor saham komoditas.
Meski demikian, analis menilai aksi jual investor asing tersebut masih cukup wajar. Aditya menuturkan, kini aksi jual investor asing tidak terlalu besar.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Investor Asing Tunggu Gebrakan Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Christian mengatakan, investor asing menunggu perkembangan ekonomi Indonesia. Investor asing menunggu langkah pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen-5,4 persen.
"Ini masih wait and see. Sebelumnya, paket kebijakan ekonomi ditunda. Belum ada katalis yang baik. Investor asing menunggu insentif apa yang dilakukan pemerintah untuk mendorong ekonomi," kata Christian.
Selain itu, menurut Christian, investor juga melihat perkembangan penerimaan pajak. Ini mengingat penerimaan pajak menjadi salah satu tulang punggung penerimaan negara. "Investor juga menunggu apa saja elemen yang menjadi perhitungan loan to deposit ratio. BI akan melakukan pelonggaran likuiditas," tambah Christian.
Christian yakin laju IHSG masih berpotensi menguat hingga akhir tahun. Ini akan ditopang dari ekonomi dalam negeri dan optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik. Adapun sektor saham yang akan jadi penopang IHSG yaitu sektor saham komoditas dan properti.
"Saat ini harga komoditas terus menguat. Sektor komoditas masih menarik. Selain itu, penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia akan berdampak ke properti," kata Christian.
Aditya menuturkan, pasar saham Indonesia masih menarik untuk investor asing ke depannya. "Earning per share (EPS) growth market Indonesia masih di aras 10 persen, antara 10-15 persen," ujar dia.
Untuk sektor saham yang menjadi pilihan, Aditya memilih saham perbankan dan properti. "Sektor saham itu jadi pilihan terkait penurunan suku bunga kemarin dan secara valuasi properti masih di bawah standar deviasi tiga tahun untuk price earning band-nya," jelas dia.
Advertisement