Liputan6.com, Jakarta - Terungkapnya sindikat penebar kebencian dan berita hoax bernama Saracen menjadi sorotan publik. Ini menunjukkan bahwa kejahatan moral melalui media sosial begitu masif dan terstruktur di Indonesia.
Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas ikut mengomentari fenomena ini. Menurut dia, Saracen bukanlah satu-satunya sindikat di media sosial yang ingin menghancurkan Indonesia. Masih banyak kelompok semacam Saracen yang perlu diperangi bersama.
"Masih ada saya yakin kelompok-kelompok seperti Saracen ini, kelompok yang selalu menebar kebencian, yang ingin Indonesia pecah berantakan," ujar Yaqut di sela acara Tasyakuran Kemerdekaan ke-72 RI, di Kantor GP Ansor, Jakarta Pusat, Senin malam (28/8/2017).
Karena itu, Yaqut mengajak seluruh masyarakat, terutama kader Ansor dan Nahdlatul Ulama (NU) agar memerangi kelompok tersebut. Kendati begitu, dia mengimbau agar masyarakat tetap santun dalam menggunakan media sosial.
"Mereka bermain di medsos, di dunia maya, kita punya forum yang miliki kapasitas lebih. Kalau mereka 800 ribu akun, kita punya lebih dari itu untuk melawan mereka. Tapi kita gunakan ini untuk sisi positif ya," ucap dia.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Advertisement
Tarif Puluhan Juta
Sindikat Saracen diduga menyebarkan hate speech atau ujaran kebencian di media sosial, dengan tarif hingga puluhan juta rupiah. Polisi pun masih menelusuri siapa saja pemesannya.
Ketua Saracen Jasriadi membantah dirinya memasang tarif untuk ujaran kebencian di media sosial, meski ada anggaran dalam bentuk proposal.
"Saya tidak menawarkan, orang minta buatkan anggarannya berapa sih yang seperti itu," ujar dia dalam wawancara khusus bersama Liputan6.com, Kamis 24 Agustus 2017.
"Saya tidak pernah menerima atau pesanan dari orang yang seperti itu, misalnya ini pilkada, oh dibayar sekian, saya tidak pernah menerima seperti itu," dia melanjutkan.
Jasriadi juga membantah ada pemesan dari banyak pihak. Dia hanya mengaku permintaan hanya pada saat Pilkada Pekanbaru.
"Yang dulu waktu minta anggaran itu di Pekanbaru, tidak ada sangkut pautnya dengan di Jakarta. Karena waktu itu ada pemilihan wali kota kalau enggak salah. Hanya sebatas itu, selebihnya enggak ada," ujar dia.
Advertisement