Alasan Freeport Setuju Lepas 51 Persen Saham ke Indonesia

CEO Freeport McMoran Richard Adkerson angkat bicara mengenai selesainya negosiasi dengan Pemerintah Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 29 Agu 2017, 12:58 WIB
Freeport Indonesia (AFP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - CEO Freeport McMoran Richard Adkerson angkat bicara mengenai selesainya negosiasi dengan Pemerintah Indonesia, atas disetujuinya empat poin ‎yang dirundingkan tersebut.

Richard Adkerson mengungkapkan, Freeport memiliki rencana menambah investasi di Indonesia sebesar US$ 20 miliar. Dana tersebut sebagian besar dianggarkan untuk pengembangan tambang bawah tanah.

"Ini akan memberikan ribuan pekerjaan, keuntungan sosial dan finansial yang masif," kata Adkerson, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (29/8/2017).

Adkerson menuturkan, untuk merealisasikan keinginan tersebut, perusahaan asal Amerika Serikat ini menyetujui poin negosiasi yang ditetapkan pemerintah, di antaranya pelepasan saham (divestasi) ke pihak nasional menjadi sebesar 51 persen, serta membangun fasilitas pengelolaan dan pemurnian mineral (smelter).

"Saya ingin menekankan kesediaan kami untuk melakukan divestasi 51 persen dan untuk membangun smelter adalah konsesi dan kompromi utama dari pihak kami. Kami menghargai kepemimpinan Presiden Joko Widodo," ucap Adkerson.

Adkerson melanjutkan, ‎Freeport juga telah bersedia meningkatkan bagian negara. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batubara (minerba).

"Kami sudah sepakat untuk membayar royalti yang lebih tinggi sesuai dengan Undang-Undang Minerba dan peraturan yang diadopsi. Kami akan mencapai peningkatan pendapatan bersih pemerintah," tutur dia.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:


Negosiasi Freeport dengan Pemerintah Indonesia

Negosiasi Pemerintah Indonesia dan Freeport Indonesia berlangsung sejak April 2017. Hal ini dilatarbelakangi penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang pelaksanaan kegiatan tambang mineral dan batubara.

Dalam payung hukum tersebut menyebutkan, perusahaan tambang mineral yang ingin tetap mengekspor mineral olahan pasca 11 Januari 2017 harus melakukan beberapa hal, diantaranya merubah status Kontrak Karya menjadi IUPK, membangun smelter, divestasi 51 persen ke pihak nasional.

Sebelumnya PT Freeport Indonesia akhirnya mengikuti keinginan pemerintah Indonesia. Perusahaan ini menyepakati empat poin negosiasi seiring perubahan status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyebutkan, poin yang menjadi kesepakatan terkait pelepasan saham (divestasi) dengan total sebesar 51 persen kepada pihak nasional. Hal ini sesuai dengan keinginan pemerintah. Untuk detail mekanisme pelepasan saham dan waktunya, akan dibahas lebih lanjut dalam pekan ini.

"Pertama itu mandat Bapak Presiden bisa diterima Freeport, divestasi yang dilakukan Freeport 51 persen total," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.

Poin kedua, kata Jonan, berkaitan dengan pembangunan fasilitas pengelolaan dan pemurnian mineral (smelter) harus dilakukan dalam lima tahun, sejak IUPK terbit. Targetnya pembangunan smelter rampung pada Januari 2022.

Menurut Jonan, Freeport juga telah sepakat memberikan Indonesia bagian lebih besar ketika sudah menyandang status IUPK, dibanding‎ saat bersatatus KK. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batu bara (minerba).

Selain itu, kedua belah menyetujui masa operasi Freeport diperpanjang 2x10 tahun, usai habisnya masa kontrak ‎pada 2021. Dengan begitu, Freeport bisa mengajukan perpajangan masa operasi untuk masa pertama sampai 2031. Itu jika memenuhi persyaratan diperpanjang kembali sampai 2041.

"Ada perpanjangan masa operasi masimum 2x10 tahun sampai 2031 dan 2041, perpanjangan pertama bisa langsung diajukan," tutur Jonan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya