Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia akhirnya bertekuk lutut, mengikuti usulan Pemerintah Indonesia. Hal ini merupakan hasil dari negosiasi terkait perubahan status Kontrak Karya (KK), menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Negosiasi tersebut dilatarbelakangi penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, tentang pelaksanaan kegiatan tambang mineral dan batubara.
Dalam payung hukum tersebut menyebutkan, perusahaan tambang mineral yang ingin tetap mengekspor mineral olahan pasca 11 Januari 2017 harus melakukan beberapa hal, antara lain mengubah status KK menjadi IUPK.
Baca Juga
Advertisement
Ketentuan tersebut tidak diterima begitu saja oleh Freeport, sampai akhirnya pada 10 Februari 2017 pemerintah memberikan IUPK ke Freeport dengan masa berlaku 10 bulan hingga 10 Oktober 2017.
Pemberian IUPK ini untuk mendukung kegiatan operasi Freeport agar tetap bisa mengekspor konsentratnya. Namun, pihak Freeport tidak langsung menerima pemberian status tersebut dan tetap mempertahankan status KK, bahkan ada niat menempuh arbitrase jika dalam 120 hari negosiasi mengalami kebuntuan.
Akhirnya pemerintah dan Freeport sepakat bernegosiasi, dengan target selesai dalam 10 bulan sejak 10 Februari 2010. Negosiasi jangka pendek pun diselesaikan pada April 2017, hasilnya Freeport bersedia menerima status IUPK dengan jangka waktu 10 bulan.
Kemudian kedua belah pihak melanjutkan negosiasi jangka panjang, untuk mencari kesepakatan terhadap empat poin, yaitu pelepasan saham (divestasi) 51 persen, pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), perpanjangan masa operasi 2x10 tahun dan stabilitas investasi.
Namun, tidak sampai berlangsung 10 bulan negosiasi tersebut selesai, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyatakan, Freeport telah menyetujui empat poin yang dirundingkan tersebut.
"Ini perundingannya sejak awal tahun ini dan mulai intensif tiga bulan lalu. Dengan berbagai upaya semaksimal yang bisa kita lakukan, dan dengan kerja sama yang baik," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (29/8/2017).
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Alasan Freeport Setuju Negoisasi dengan Pemerintah Indonesia
Di kesempatan yang sama, CEO Freeport McMoran Richard Adkerson mengatakan, alasan disetujuinya kesepakatan dengan Pemerintah Indonesia. Ia menuturkan, Freeport berencana menambah investasi di Indonesia sebesar US$ 20 miliar. Dana tersebut sebagian besar dianggarkan untuk pengembangan tambang bawah tanah.
"Ini akan memberikan ribuan pekerjaan, keuntungan sosial dan finansial yang masif," ucap Adkerson.
Adkerson menuturkan, untuk merealisasikan keinginan tersebut, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini menyetujui poin negosiasi yang ditetapkan pemerintah, di antaranya pelepasan saham (divestasi) ke pihak nasional menjadi sebesar 51 persen, serta membangun fasilitas pengelolaan dan pemurnian mineral (smelter).
"Saya ingin menekankan kesediaan kami untuk melakukan divestasi 51 persen dan untuk membangun smelter adalah konsesi dan kompromi utama dari pihak kami. Kami menghargai kepemimpinan Presiden Joko Widodo," ucap Adkerson.
Adekerson melanjutkan, Freeport juga telah bersedia meningkatkan bagian negara. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batu bara (minerba).
"Kami sudah sepakat untuk membayar royalti yang lebih tinggi sesuai dengan Undang-Undang Minerba dan peraturan yang diadopsi. Kami akan mencapai peningkatan pendapatan bersih pemerintah," ujar dia.
Advertisement