Liputan6.com, Malang - Brigade Evakuasi Popok (Kuapok) menyisir aliran Sungai Brantas di kawasan Jalan Muharto, Kota Malang, Jawa Timur. Lebih dari 60 menit meyusuri sungai itu, ditemukan satu kwintal sampah popok bayi yang dibuang oleh warga.
Koordinator Brigade Popok, Azis mengatakan, popok bayi mengandung bahan kimia yang sulit terurai sehingga turut andil pencemaran berat di Sungai Brantas.
"Air Sungai Brantas sudah tak layak konsumsi karena banyak mengandung bahan berbahaya. Kami prihatin dengan kondisi itu," kata Azis di Malang, Selasa 29 Agustus 2017.
Baca Juga
Advertisement
Sampah popok bayi yang dievakuasi itu kemudian diserahkan ke Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang. Tujuannya, agar pemerintah daerah turut peduli menjaga agar sungai tak semakin tercemar. Apalagi Sungai Brantas juga menjadi bahan baku air minum warga Jawa Timur.
Sebelum di Kota Malang, Brigade Popok juga mengevakuasi sampah popok bayi di Kota Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Jombang, Mojokerto dan Kota Batu. Temuan sampah popok paling parah ada di Surabaya dan Malang.
LSM Lingkungan Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation) menyebut di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas ada 750 ribu populasi bayi. Tiap bayi rata – rata memakai sebanyak empat sampai sembilan popok per hari. Diperkirakan ada 3 juta popok yang dibuang ke Sungai Brantas tiap harinya.
"Ini masalah nyata, popok mengandung senyawa beracun. Sungai Brantas tercemar berat tak layak konsumsi dan ikan jadi intersex atau berkelamin ganda," kata Direktur Ecoton, Prigi Arisandi.
Persoalan itu diperumit dengan saling lempar kewenangan pengelolaan Sungai Brantas antara pemerintah pusat, provinsi dan daerah. Padahal berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 A/PRT/M/2006, Sungai Brantas berstatus strategis nasional lantaran hampir 45 persen populasi warga Jawa Timur tinggal di sepanjang aliran ini.
"Pencemaran Sungai Brantas sudah ada sejak 20 tahun silam. Tapi pemerintah pusat sampai daerah masih saling lempar tanggungjawab," kata Prigi.