Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kembali menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada 21 Pegawai Negeri Sipil (PNS), dari 26 PNS berbagai instansi yang terkena kasus.
Sebagian besar di antaranya karena tidak masuk kerja lebih dari 46 hari. Selain itu, akibat penyalahgunaan narkotika, pencurian, penyalahgunaan wewenang, perbuatan asusila, perzinahan, calo CPNS, penganiayaan, dan gratifikasi.
Dari 21 PNS yang diberhentikan, 20 orang di antaranya diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri (PDHTAPS) dan satu orang dikenai sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Selain itu ada 3 orang yang diberikan sanksi penundaan pangkat selama 3 tahun, satu orang penundaan setahun, dan satu orang dibebaskan dari jabatannya.
Baca Juga
Advertisement
Demikian terungkap dalam Sidang Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) yang dipimpin Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Asman Abnur selaku Ketua BAPEK.
"Kasus terbanyak masih didominasi PNS membolos," ujar dia usai memimpin sidang BAPEK di Kantor Kementerian PANRB, Selasa (29/8/2017).
Ia menuturkan, sidang BAPEK memberikan pertimbangan atas putusan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dari masing-masing instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah. "Ada yang diperberat, ada juga yang diperingan. Tergantung bobot pelanggaran disiplinnya," ujar Asman.
Menyimak kasus PNS yang bolos kerja selalu mendominasi setiap sidang BAPEK, Asman menekankan agar para PNS bekerja lebih disiplin, dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
"Ke depan saya harap PNS yang bolos semakin berkurang. Pemerintah tegas dalam menangani indisipliner pegawai," kata dia.
Hadir dalam Sidang BAPEK antara lain Sekretaris BAPEK yang juga Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana, pejabat dari BIN, Kementerian Hukum dan HAM, Setkab, Kejaksaan Agung, Kementerian PANRB, serta BKN.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Pemerintah Susun Standar Kompetensi PNS
Sebelumnya Penyelenggara negara, pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dituntut memiliki kompetensi dalam jabatan dan tugas yang diemban agar dapat meningkatkan daya saing bangsa.
Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, dalam memperbaiki kualitas ASN diperlukan sebuah standar kompetensi dalam menduduki sebuah jabatan. Saat ini Kementerian PANRB tengah menjaring masukan dalam penyusunan standar kompetensi tersebut.
"Misalkan sebagai dasar kompetensi, seseorang tersebut harus melek teknologi informasi dan juga memahami bahasa asing seperti Bahasa Inggris. Sebagai contoh untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) akan mengikuti tes dengan komputer, jika seseorang tidak bisa menggunakan komputer maka dia tidak akan lulus tes tersebut," ujar dia dalam keterangan tertulis, Rabu 19 Juli 2017.
Selain dari itu, dirinya menjelaskan bahwa PP No 11 tahun 2017 dan amanat UU ASN yang mewajibkan ASN untuk mengikuti pengembangan kompetensi minimum 20 jam pelajaran (JP) per tahun. Karena itu ASN harus memiliki sertifikasi kompetensi sesuai bidang jabatan yang akan ditempati.
“Posisi jabatan PNS jangan sampai diisi oleh SDM yang tidak memiliki kompetensi di bidang yang dibutuhkan,” imbuh dia.
Pengembangan kompetensi menurutnya dapat dilakukan melalui berbagai hal, seperti diklat, sekolah formal, coaching, mentoring dan lainnya. Dengan demikian kemampuan ASN pun dapat terus di ditingkatkan sehingga mewujudkan aparatur yang profesional.
Advertisement