Liputan6.com, Jakarta Ekonomi India cukup sulit tahun ini. Tercatat produk domestik bruto (PDB) India tumbuh 5,7 persen hingga Juni 2017.
Ekonomi India turun tajam dibandingkan hingga kuartal II 2016. Tercatat ekonomi India tumbuh 7,1 persen. Ekonomi India hanya 5,7 persen tersebut paling lemah dalam tiga tahun ini.
Perlambatan ekonomi ini memupus predikat sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya paling cepat. Ekonomi India melambat dinilai karena reformasi besar yang dilakukan Perdana Menteri India Narendra Modi. Pemerintahan India tiba-tiba menarik uang tunai sebesar 86 persen, dan mengenalkan pajak barang dan jasa.
Baca Juga
Advertisement
"Telah terjadi pukulan imbas berbagai perubahan yang menganggu. Awalnya larangan uang tunai sekarang dampak pajak barang dan jasa," ujar Kepala Riset Standard Chartered untuk Asia Selatan Anubhuti Sahay, seperti dikutip dari laman CNN Money, Sabtu (2/9/2017).
Adapun penerapan pajak barang dan jasa menandai perombakan sistem pajak India yang signifikan. Ini menggantikan jaringan tarif lokal yang menyatukan 29 negara bagian ke pasar tunggal untuk pertama kali di India.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:
Selanjutnya
Secara luas, hal itu mendorong pertumbuhan dalam jangka panjang.Akan tetapi, ekonom prediksi gangguan tersebut dapat mempengaruhi bisnis selama berbulan-bulan untuk adaptasi sistem baru. Selain itu banyak masyarakat yang akan ditarik untuk ikut pajak.
Sedangkan krisis uang tunai telah berkontribusi terhadap perlambatan ekonomi menjadi 6,1 persen pada kuartal I 2017. Hal itu dipicu keputusan Modi untuk menarik 500 dan 1.000 rupee. Dua denominasi mata uang itu terbesar pada saat itu.
Langkah pemerintah itu membuat kekacauan yang luas lantaran jutaan orang menyimpan uang dan aktivitas mereka terhenti.
Pemerintah mengatakan kalau langkah tersebut untuk menindak para penghindar pajak dengan membuat tumpukan uang tunai secara tersembungi dan tiba-tiba tidka berguna. Selain itu juga untuk mengatasi peredaran uang palsu dari ekonomi.
Advertisement