Anggota DPR: Sebelum Terpilih, Pimpinan KPK Tak Tolak Revisi UU

Revisi UU KPK kembali mencuat. Anggota Komisi III Nasir Djamil mempertanyakan konsistensi pimpinan KPK saat ini.

oleh Rezki Apriliya Iskandar diperbarui 03 Sep 2017, 17:01 WIB
Nasir Djamil (kanan) memberi pandangannya saat diskusi revisi UU KUHP di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (15/3/2016). Nasir menyebut terjadi perdebatan alot antara pemerintah dengan Panja RUU KUHP terkait penetapan hukuman mati (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, revisi undang-undang tersebut bertujuan memperkuat kinerja KPK, bukan melemahkan.

"Revisi itu untuk memperkuat kinerja KPK, karena kita sadar korupsi belum selesai di Indonesia," ujar Nasir saat ditemui di sela acara penyembelihan hewan kurban, di kantor DPP PKS, Jalan TB. Simatupang Nomor 82, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu (3/9/2017).

Ia juga mengingatkan lima pimpinan KPK saat ini juga punya pendapat yang sama. Hal itu mereka sampaikan ketika uji kepatutan dan kelayakan di DPR, 2015 lalu.

"Lima orang (pimpinan KPK) ini memang tidak menghalang-halangi. Mereka juga, istilahnya, memberikan jalan untuk merevisi undang-undang KPK dengan sejumlah argumentasi yang mereka sampaikan pada waktu itu," ungkap Nasir.

Ia berpendapat revisi UU KPK dikhawatirkan secara berlebihan. Publik pun berprespektif revisi UU KPK akan melemahkan.

"Cuma kan ada kekhawatiran yang kemudian di blow up sedemikian rupa  sehingga terbangun opini bahwa ini melemahkan KPK. Ini yang menurut saya belum selesai sampai sekarang," ucap politikus PKS ini.

Menurutnya juga ada beberapa poin dalam undang-undang tersebut yang perlu direvisi. Revisi UU pun, menurut dia, merupakan hal lumrah.

"Revisi bukan sesuatu yang tabu. Banyak undang-undang yang harus direvisi. Memang kita berharap nanti sekalian undang-undang kejaksaan, undang-undang kepolisian kita revisi dan itu berkorelasi dengan perubahan hukum pidana kita," imbuhnya.

Ia berharap DPR RI agar tidak terganggu dengan pihak-pihak dari luar yang menolak revisi. Ia juga meminta agar undang-undang lainnya juga direvisi tidak hanya undang-undang KPK, yakni undang-undang Kejaksaan dan undang-undang Kepolisian.

 

Saksikan Video Menarik DI Bawah Ini:

 


Desakan Perppu

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR malah mengusulkan pemerintah mengeluarkan Perppu UU KPK. Reaksi pun bermunculan dari kalangan Parpol.

Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono termasuk yang setuju. Hanya saja dia mengajukan syarat.

"Sepanjang tidak dalam posisi kemudian menghilangkan kewenangan atau mengurangi kewenangan KPK atau sering istilah publik melemahkan KPK, bisa-bisa saja, mungkin soal prosedur," ujar Agung di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (24 Aguistus 2017).

Meski mengaku setuju dengan Perppu KPK tersebut, Agung meminta agar tugas dan inti pokok KPK tidak diubah sama sekali. Seperti, penyidikan, penahanan hingga penangkapan.

Agung mengatakan, mengenai KPK yang tidak memiliki kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sebaiknya tidak perlu dipermasalahkan.

"Kalau menurut saya itu tidak boleh diubah. Saya hanya minta supaya proses itu bisa dipercepat, jadi itu juga perlu didengar," pungkas Agung.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya