Liputan6.com, Seoul - Pesan kuat lagi tegas disampaikan Korea Selatan pasca-uji coba bom hidrogen yang dilakukan Korea Utara Minggu, 3 September 2017. Bukan dengan kata-kata, melainkan tembakan rudal.
Seperti dikutip dari CNN, Senin (4/9/2017), misil yang ditembakkan Korsel dalam latihan bertujuan untuk menunjukkan kemauan dan kemampuan Seoul untuk membinasakan rezim Kim Jong-un.
Advertisement
Latihan itu dilakukan sehari setelah Pyongyang melakukan uji coba bom hidrogen yang memicu guncangan di area sekitarnya dengan kekuatan 6,3 skala Richter (SR). Dunia pun bergetar karenanya, sejumlah negara mengeluarkan kutukan keras dan menuntut sanksi lebih keras untuk Korut.
Uji coba rudal dilakukan Angkatan Darat dan Angkatan Udara Korsel.
Sejumlah jet tempur F-15K dikerahkan, begitu juga dengan rudal balistik dari permukaan ke permukaan (surface-to-surface) yang disasarkan ke target di lepas pantai timur Korsel.
Berdasarkan pernyataan Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, target tersebut menyimulasikan lokasi uji coba nuklir Korut.
"Latihan gabungan Angkatan Darat dan Angkatan Udara menunjukkan tekadnya, tak hanya untuk memusnahkan asal serangan lawan, tapi juga kepemimpinan dan kelompok pendukungnya," kata Juru Bicara Kementerian Pertahanan Korsel, Moon Sang-gyun.
Sementara itu, pihak Kementerian Pertahanan Korsel mengaku mendeteksi indikasi bahwa pihak Utara sedang mempersiapkan lebih banyak peluncuran rudal.
"Kami terus memantau tanda-tanda kemungkinan peluncuran misil balistik. Kami juga memperkirakan Korut bisa meluncurkan rudal balistik antarbenua," kata pejabat Kementerian, Chang Kyung-soo kepada BBC.
Wartawan BBC di Seoul, Robin Brant mengatakan, latihan peluncuran rudal yang dilakukan Korsel bertujuan untuk menunjukkan bahwa negara tersebut telah bergerak ke status siaga tinggi.
Uji coba tersebut juga untuk menguji senjata konvensional yang dimiliki Korsel. Sebab, negara tersebut tidak memiliki kemampuan nuklir.
Donald Trump Mengkritik Korsel
Uji coba rudal diumumkan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperingatkan Korsel bahwa "talk of appeasement" atau pembicaraan untuk mengulur waktu dengan Korut tak akan berhasil.
Ungkapan tersebut, yang mengingatkan kembali pada negosiasi dengan Adolf Hitler sebelum Perang Dunia II pecah, tak disambut baik pemerintahan Seoul.
Kantor Presiden Moon Jae-in merespons pernyataan Trump dengan menegaskan kembali bahwa pemerintah Korsel akan mewujudkan denukliralisasi di Semenanjung Korea lewat jalur damai.
Moon, yang terpilih pada Mei 2017, dalam kampanyenya menjanjikan lebih terbukanya kerja sama dengan Korut.
Adam Schiff, politikus Demokrat di Komite Intelijen Parlemen mengkritik pernyataan Trump.
"Saya yakin, Pyongyang senang melihat kita bertengkar dengan sekutu kita di wilayah (Semenanjung Korea)," kata Schiff.
"Kita harus bekerja sama dengan Korsel dan Jepang. Mengapa kita harus mempertontonkan pertentangan dengan Seoul. Itu sama sekali tak masuk akal."
Korea Utara beberapa kali mengabaikan saksi PBB dan tekanan internasional dengan mengembangkan senjata nuklir dan melakukan uji coba rudal.
Belakangan, provokasi rezim Kim Jong-un kian menggila. Dalam dua pekan, Korut melakukan uji coba rudal balistik lintas benua, yang melewati langit Jepang. Pyongyang juga mengancam akan menjadikan Guam sebagai target misilnya.
Kemarin, uji coba bom hidrogen dilakukan. Yang mengkhawatirkan, Korut mengklaim bisa memasukkan bahan peledak tersebut ke dalam rudal.
Dewan Keamanan PBB akan menggelar rapat darurat pada Senin pagi waktu New York untuk mendiskusikan respons terbaru untuk Korut.
Jelang pertemuan, pemimpin Korsel dan Jepang sepakat untuk mendorong resolusi PBB yang lebih kuat terhadap Korut.
Sanksi DK PBB sebelumnya, yang dikeluarkan pada Agustus 2017, mengincar ekspor Korut.
Advertisement