Liputan6.com, Jakarta - Panita Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memanggil pimpinan KPK Agus Rahardjo dan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Pemanggilan keduanya berkaitan dengan kasus e-KTP. Sebab, Agus pernah menjabat sebagai mantan Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Advertisement
"Kita panggil (Agus) dalam kaitan sebagai kepala LKPP, dia pernah membicarakan e-KTP dengan berbagai pihak. Termasuk Gamawan," ucap Anggota Pasus Hak Angket Mukhamad Misbakhun di kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin (4/9/2017).
Karena hal itu, menurut Misbakhun, tidak terdapat alasan lain dari Agus Rahardjo untuk tidak hadir dalam pemanggilan tersebut. Sebab, pihaknya akan mendalami terkait pembiayaan bersama suatu proyek yang dilakukan beberapa perusahaan ataupun lembaga (konsorsium).
"Dia (Agus) bicara secara spesifik, secara konsorsium e-KTP, ini jadi pembahasan. Tidak ada alasan Pak Agus tidak hadir," jelas Misbakhun.
Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya merespons soal namanya disebut-sebut eks Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Agus Bicara
Agus mengatakan, LKPP yang dipimpinnya dulu itu, sudah pernah memberi saran kepada sejumlah stakeholder terkait proyek tersebut. Termasuk kepada Kemendagri, namun saran itu tak diikuti.
"Kan saya sudah pernah sampaikan ke beberapa pihak pada waktu itu. Kita banyak memberikan saran, kemudian sarannya tidak diikuti, ya kejadiannya seperti ini," ucap Agus di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (27/10/2016).
Agus menjelaskan saran yang dimaksud. Menurut dia, di antara saran yang diberikan LKPP adalah paket proyek tersebut dipecah-pecah dengan rinci. Kemudian pelelangannya dilakukan lewat e-Programer.
"Pada waktu itu memang lewat e-Programer, tapi hanya mengumumkan saja, prosesnya tidak dilaksanakan," ujar dia seraya mengatakan tidak tahu alasan Kemendagri tak melaksanakan lelang lewat e-Programer.
Menurut Agus, usai LKPP memberi saran, pihaknya terus berkomunikasi dengan Kemendagri waktu itu. Namun, dia tak tahu kelanjutannya hingga proyek tersebut berujung korupsi.
Komunikasi tetap jalan beberapa kali. Bahkan, kalau yang terakhir mereka mau tanda tangan juga masih komunikasi. Yang terakhir kali yang paling agak mengecewakan, itu proses tender belum selesai tapi kontraknya sudah ditandatangani," jelas Agus.
Advertisement