Kisah Haru Dokter Theresia, Berikan RJP Sambil Menangis

Dokter muda, Theresia Rina Yunita mengisahkan pengalaman koas saat memberikan Resusitasi jantung paru (RJP) ke pasien sambil menangis.

oleh Bella Jufita Putri diperbarui 05 Sep 2017, 08:30 WIB
Dr. Theresia Rina Yunita (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Gagal di tes pertama masuk ke Universitas impiannya, tidak mematahkan kegigihan dokter Theresia Rina Yunita menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada 2009 silam, sebelum akhirnya lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), dokter muda ini mengaku ditolak dua kali oleh FK UI.

Menjadi seorang dokter memang sudah menjadi cita-citanya sejak kecil. Apalagi ibu dan ayah There, begitu ia disapa, sangat mendukung keinginannya itu. Menurutnya profesi dokter sangat menantang dan menjanjikan masa depan.

Foto dok. Liputan6.com

"Dibilang pekerjaan yang menjanjikan, ya menjanjikan sih. Ya aku mikirnya bisa mendapat penghasilan sekaligus membantu banyak orang," kata Theresia saat berbincang beberapa waktu lalu dengan Health-Liputan6.com, ditulis Senin (4/9/2017).

There semakin mantap melanjutkan pendidikan kedokteran sejak ia memiliki ketertarikan belajar biologi di bangku SMA. Meski di awal semester perkuliahan ia sempat syok, tapi There terus melanjutkan pendidikannya sampai meraih gelar dokter.

"Pertama kali masuk agak kaget, karena pas masuk kedokteran, anak SMA kan gatau apa-apa, masuk ya masuk saja. Eh taunya, semua (pelajaran) itu kayak dipelajari lagi. Agak susah selama satu semesterlah, cuma nggak sampe yang depresi atau sampe pengin keluar," ceritanya sambil tertawa.


Kepala korban kecelakaan di dalam plastik

Pengalaman seru, sedih dan menakutkan pasti didapatkan setiap calon dokter saat menjalani program Koas. There pun mengisahkan pengalamannya selama Koas pada 2013 lalu. Selama kurang lebih dua tahun menjalani Koas, There ditempatkan di beberapa rumah sakit di Jakarta, seperti RSCM, RS Persahabatan dan RSUD Tangerang.

Di hari pertama Koasnya, There harus berjaga di stase forensik. Kala itu ia kedapatan jaga malam dan There langsung disambut oleh dua korban kecelakaan dengan wujud yang tak lagi normal.

"Pertama kali aku jaga dapet korban itu jackpot banget, syok banget. Jam 3 pagi ada dua kecelakaan, dua-duanya cewek dan kepalanya pecah. Bagian kepala sudah di kantong plastik sendiri deh," katanya.

Foto dok. Liputan6.com

Pengalaman pertama berjaga malam membuat There tidak tidur nyenyak dan hilang nafsu makan selama tiga hari.

There juga teringat dengan pengalaman Koas selama sembilan bulan di stase ob-gyn. Lagi-lagi ia kedapatan jaga malam. Tapi, kali ini bukan lagi cerita menakutkan. Pengalaman yang cukup berkesan bagi There ketika menjaga 30 ibu hamil dalam satu malam.

Bukan pekara aneh lagi dalam satu malam ada berpuluh-puluh ibu hamil yang menunggu proses pembukaan kelahiran. "Ya awalnya sih aku capek, tidak terbiasa, tapi setelah beberapa kali ya kuat-kuat aja sih," ujar dokter yang ingin punya rumah sakit ini.


RJP Sambil Menangis

Kali ini There teringat dengan pengalaman Koas yang membuat dirinya meneteskan air mata untuk pertama kalinya.

Saat Koas di stase penyakit dalam, seperti biasa There harus melakukan kunjungan atau pemeriksaan rutin ke setiap kamar. Setidaknya ada 30 pasien yang harus ia periksa kondisi tubuhnya setiap pagi hari. Di kamar terakhir ia melakukan kunjungan, There memeriksa seorang ibu, pasien penyakit ginjal yang baru saja melahirkan seorang anak.

Saat pemeriksaan, There ingat betul kondisi ibu itu baik-baik. Semuanya hampir stabil. Namun, selang 15 menit There meninggalkan kamar pasien tersebut. Tiba-tiba para perawat berteriakan memanggil There dan rekan Koas lainnya.

Namun, sayang Tuhan berkehendak lain. Pasien ginjal yang akan melakukan cuci darah itu dipanggil yang maha kuasa.

"Pas aku periksa ibu itu baik-baik aja padahal. Ada dugaan ibu itu lupus, sedihnya beliau baru ngelahirin dan bayinya masih 2 bulan. Pas aku RJP (Resusitasi jantung paru) tuh, bahkan ASInya keluar-keluar gitu. Aku nangis pertama kalinya di situ," katanya.

Foto dok. Liputan6.com


Tak bisa andalkan dokter digital

Sejak lulus dan disumpah dokter pada 2015, There melanjutkan pelayanan kesehatan di beberapa puskesmas dan rumah sakit swasta. Namun, pada Mei 2016, wanita kelahiran 4 Juni 1991 ini memilih bergabung di Klikdokter.com.

Dokter muda nan cantik ini memang memiliki kemampuan menulis dan menurutnya, bergabung di portal kesehatan seperti Klikdokter.com, bisa mempermudah dirinya untuk melakukan edukasi kesehatan ke banyak orang.

Foto dok. Liputan6.com

"Kalau aku di puskesmas, misalnya, mungkin aku cuma bisa mengedukasi 50 orang. Tapi lewat Klikdokter, dengan menjawab pertanyaan dan buat artikel aku bisa edukasi bahkan banyak orang di seluruh Indonesia," tuturnya.

Foto dok. Liputan6.com

Kendati demikian, dokter yang punya hobi traveling ini menganggap layanan kesehatan lewat internet atau digital tidak bisa 100 persen diandalkan.

"Sebenarnya kalau di medis sebagaian besar diagnosis itu tegak dari ananesis atau dari wawancara, soal fisik dan penunjang itu hanya melengkapi diagnosis. Karena dari ananesis aja kita tahu pasien ke arah mana (penyakitnya), tapi tetap aja kita harus cek fisiknya. Menurut aku platform ini lebih arah mengedukasi bukan mengobati ya, kita kasih pengetahuan ke mereka dan kapan mereka harus ketemu sama dokter," dokter There menuntaskan.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya