Liputan6.com, Seoul - Seorang WNI mengklaim mendapat perlakuan diskriminasi dan dipukuli oleh seorang penjaga sebuah kelab malam di Korea. Alasannya, karena kewarganegaraannya.
Insiden itu, seperti dikutip dari Asia One, Selasa (5/9/2017), menarik perhatian banyak media sosial selama akhir pekan.
Advertisement
Si wanita diidentifikasi sebagai Jessica Setia. Dia adalah WNI berusia 21 tahun yang tengah bersekolah di Korea selama dua tahun.
Ia menderita luka setebal 0,5 cm di bibir dan memar di dagu akibat terlibat perkelahian dengan penjaga sebuah kelab di Busan sekitar tengah malam Jumat, 1 September 2017.
Setia mengklaim bahwa orang Korea itu kasar. "Ia sangat rasis tanpa alasan...," katanya.
"Mereka membiarkan teman-temanku yang memiliki kewarganegaraan Korea masuk dengan mudah. Ketika giliranku dan rekan dari Indonesia lain, dia mempersulit akses ke dalam kelab," ujar Jessica kepada The Korea Herald.
Kala itu Jessica melihat teman dari Indonesia dengan nama panggilan Gabrielle, didorong oleh penjaga pintu kelab dan kartu identitasnya dibuang ke trotoar. Tak terima dengan pelakuannya, Jessica lalu mendorong pria tersebut.
Perkelahian pun terjadi, mulut Jessica dipukul oleh petugas itu beberapa kali sampai bibirnya robek dan berdarah. Dia pun dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan delapan jahitan.
Gabrielle mengatakan insiden itu terkait dengan etnis.
"Aku terbiasa dengan pandangan rendah terhadap orang Indonesia. Kupikir dia tidak menyukai orang asing sehingga bersikap kasar kepada kami, terutama karena tak berkulit putih," tutur Gabrielle.
"Ketika kami kesal dan menunjukkannya kepadanya, kupikir itu semakin membuatnya marah," imbuh Gabrielle.
Sejauh ini pihak kelab malam mengatakan kepada The Korea Herald bahwa tak ada diskriminasi berdasarkan etnis atau gender malam itu. Mereka pun menyatakan penyesalan atas kritik atas dan argumen sepihak.
"Kelab kami memeriksa identitas semua pelanggan terlepas dari etnis mereka, melalui prosedur yang sama. Tak ada diskriminasi rasial sama sekali," jelas pihak kelab tersebut dalam sebuah pernyataan.
"Jessica yang pertama kali menggunakan kata-kata kutukan dan melepaskan tinjunya ke penjaga pintu, dan tindakan penjaga untuk membela diri menyebabkan luka di bibirnya," tambah klub tersebut.
Kantor Polisi Seomyeon Busan mengatakan bahwa sebuah penyelidikan sedang dilakukan, dan mereka yang terlibat dipanggil untuk bersaksi.
"Menurut penyelidikan kami, si pria mengklaim bahwa itu adalah serangan dua arah. Karena perkelahian, sisi kiri pipinya bengkak," jelas pihak kepolisian.
"Kami akan menyelidiki lebih lanjut kasus tersebut hari Senin," kata seorang petugas polisi dari tim yang bertanggung jawab atas investigasi awal kasus tersebut.
Media Sosial
Apa yang dialami oleh WNI Setia di kelab malam itu kemudian disebarkan ke media sosial. Temannya, Joshua Irwin, menulis sebuah status berisi gambaran peristiwa malam itu, bersamaan dengan gambar mulut yang berdarah.
Posting-an status tersebut likes 1.000 kali, 650 kali dibagikan dan dikomentari 200 kali pada Minggu, 3 September sore, setelah pertama kali muncul pada Sabtu pagi.
Banyak komentar dari warga asing di Korea, menunjukkan dukungan untuk Jessica dan kemarahan atas tindakan yang dianggap diskriminatif. Mereka juga berbagi cerita atas perlakuan serupa yang pernah dialami di sana.
"Di balik alasan bahwa provokasi 'kecil' semacam itu dapat menyebabkan perlakuan brutal demikian, itu 'usang' dan 'misoginis'. Bahwa pria lebih unggul dari wanita, " kata Irwin.
"Hal itu banyak terjadi di masyarakat (terutama di Korea). Pertengkaran ini terjadi karena dengan cara berpikir tersebut. Jika wanita tidak mengikuti protokol dan dengan melakukan hal yang tak menghormati pria, maka dia perlu diperiksa dan dihukum," jelas Irwin.
"Selain itu, menjadi orang asing kulit putih tidak diragukan lagi lebih berpengaruh daripada sebaliknya atau yang berasal dari negara Asia lainnya," kata Irwin.
"Seandainya temanku wanita Korea, atau wanita kulit putih, atau laki-laki, saya yakin tak akan terjadi peristiwa tersebut."
Pengakuan Orang Asing
Amanda Bastos, warga negara Amerika yang telah tinggal di Korea selama tujuh tahun, kemudian angkat berbicara tentang ketidakpercayaan orang asing terhadap polisi.
"Kemungkinan besar, itu terjadi karena dia orang asing... Juga, saya rasa tidak ada pertanggungjawaban sedikit pun saat kekerasan terjadi pada orang asing."
Ini bukan pertama kalinya orang asing di Korea mengatakan bahwa kelab dan bar membedakan mereka berdasarkan etnis.
Pada awal Juni, Kislay Kumar, seorang warga India berusia 25 tahun, ditolak masuk ke sebuah bar di Itaewon, distrik multikultural di Seoul. Menurut rekaman video yang beredar, alasannya karena kewarganegaraan Kumar.
Kumar diberi tahu "tidak ada orang India" oleh penjaga pintu. Sementara teman-temannya dari negara lain diizinkan masuk.
Para ahli mengatakan, Korea Selatan adalah salah satu negara yang paling homogen di Asia. Kendati demikian, tertinggal dalam standar internasional dalam hal rasisme dan keragaman.
Mutuma Ruteere selaku rapporteur tentang rasisme di PBB, pernah mendesak Korea Selatan pada tahun 2014 untuk memberlakukan undang-undang anti-diskriminasi untuk mengekang rasisme dan xenofobia, mengingat sejarah homogenitas etnik dan budaya negara tersebut.
Menurut sebuah survei tahun 2015 terhadap 4.000 orang dewasa oleh Kementerian Urusan Gender dan Keluarga, 25,7 persen responden mengatakan bahwa mereka tidak ingin orang-orang dari berbagai ras sebagai tetangga.
Saksikan juga video berikut:
Advertisement