AS: Korea Utara Mengemis untuk Perang

Negeri Paman Sam akan mengajukan sanksi baru untuk Korut yang akan menargetkan mitra dagang Pyongyang.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Sep 2017, 12:03 WIB
Dubes AS untuk PBB Nikki Haley (AP Photo/Bebeto Matthews)

Liputan6.com, Washington, DC - Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley mengatakan bahwa Korea Utara "mengemis untuk perang". Diplomat perempuan ini pun mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menjatuhkan sanksi terberat bagi Pyongyang.

"Sudah cukup. Waktunya telah tiba untuk menghabiskan seluruh sarana diplomatik sebelum terlambat," ujar Haley seraya menambahkan bahwa berbagai sanksi yang dijatuhkan ke Korut sejak tahun 2006 tidak bekerja seperti dikutip dari The Guardian pada Selasa (5/9/2017).

Selain itu, Haley mengatakan, "Ancaman penggunaan rudal dan nuklirnya menunjukkan bahwa ia mengemis untuk perang. Perang bukanlah sesuatu yang diinginkan Amerika Serikat. Kami tidak menginginkannya sekarang. Kesabaran negara kami tidak terbatas. Kami akan membela sekutu dan wilayah kami".

Lebih lanjut, mantan Gubernur South Carolina tersebut menjelaskan bahwa pihaknya akan mengajukan sanksi baru untuk Korut dalam pekan ini. Sanksi itu akan menargetkan negara-negara yang melakukan perdagangan dengan Pyongyang.

"AS akan melihat setiap negara yang berbisnis dengan Korut sebagai sebuah negara yang memberikan bantuan atas ambisi nuklir Korut yang sembrono dan berbahaya," terang Haley. Ia menambahkan, "Hanya sanksi terkuat yang akan memungkinkan kita menyelesaikan masalah ini melalui diplomasi".

Pernyataan Haley ini mengemuka ketika nyaris pada saat bersamaan Presiden Donald Trump berbicara melalui sambungan telepon dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Kedua pemimpin tersebut berbicara kurang lebih 40 menit dan mencapai kesepakatan bahwa uji coba nuklir Korut yang terjadi pada Minggu 3 September adalah "provokasi serius yang belum pernah terjadi sebelumnya".

Dalam kesempatan yang sama, Trump kembali menegaskan dukungannya terhadap pertahanan Korsel. Keduanya juga setuju untuk mendesak DK PBB menjatuhkan sanksi yang lebih keras terhadap Korut.

Di Moskow, Kremlin mengumumkan bahwa Presiden Moon juga menelepon Presiden Vladimir Putin. Juru Bicara Presiden Dmitry Peskov mengungkapkan, "Sangat mudah untuk mengatakan 'perang' bagi negara-negara di luar kawasan, tapi bagi mereka yang berada di kawasan harus lebih pintar dan seimbang".

AS, Inggris, Prancis, Jepang, dan Korea Selatan pada Senin waktu New York mendesak diadakannya pertemuan darurat DK PBB demi membahas uji coba nuklir terbaru Korut. Sejauh ini DK PBB telah memberlakukan tujuh paket sanksi terhadap Korut sejak tahun 2006. Sanksi terbaru menargetkan ekspor utama Korut seperti batu bara yang dianggap merupakan sumber penghasilan bagi rezim Kim.


Uji Coba Bom Hidrogen

Semenanjung Korea kembali memanas setelah Korut melakukan uji coba bom hidrogen yang dimuat pada rudal balistik antarbenua (ICBM) pada Minggu 3 September 2017. Peluncuran tersebut memicu gempa berkekuatan 6,3 SR. Bom hidrogen adalah jenis senjata yang lebih kuat jika dibandingkan dengan bom atom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima selama Perang Dunia II.

Ini merupakan uji coba nuklir keenam yang dilakukan Korut. Pada Juli lalu, Pyongyang juga pernah meluncurkan dua rudal balistik antarbenua yang dilaporkan dapat terbang sejauh 6.200 mil, menempatkan wilayah daratan AS dalam jangkauan.

Sementara itu, Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Nikki Haley menolak gagasan China yang mengatakan bersedia mengupayakan pembekuan program rudal dan nuklir Korut dengan sebuah syarat, yaitu latihan militer tahunan AS dan Korsel dihentikan.

"Ketika sebuah rezim nakal memiliki senjata nuklir dan rudal balistik antarbenua mengarah pada Anda, maka Anda tidak akan mengambil langkah untuk menurunkan pengawasan," tegasnya.

Di lain sisi, Duta Besar China untuk PBB Liy Jieyi menuturkan, "Situasi di semenanjung terus memburuk ketika kita bicara saat ini, jatuh dalam lingkaran setan. Persoalan di semenanjung harus diselesaikan secara damai. China tidak akan membiarkan kekacauan dan perang terjadi".

Rusia mendukung gagasan China agar AS dan Korsel menghentikan latihan militer tahunan sebagai imbalan pembekuan program rudal dan nuklir Korut. Moskow setuju bahwa sanksi yang dijatuhkan ke Korut sejauh ini belum efektif.

Duta Besar Inggris untuk PBB Matthew Rycroft menggambarkan situasi saat ini "menganggu dan belum pernah terjadi sebelumnya". Namun, ia berpendapat bahwa sanksi selama ini memiliki efek terhadap Korut.

Ia mendesak DK PBB mengutuk uji coba nuklir teranyar Korut. "Kami terus mengharapkan jalan damai: dialog akan selalu menjadi tujuan akhir kami. Namun, tetap saja dialog tanpa keseriusan dari Pyongyang akan berakhir dengan kegagalan".

Duta Besar Prancis Francois Delattre menyerukan diadopsinya sanksi baru dari DK PBB bagi Korut dan sanksi terpisah oleh Uni Eropa.

Adapun Duta Besar Jepang untuk PBB Koro Bessho mengatakan, "Kita tidak bisa membuang waktu lagi. Korut harus ditekan..."

Pada hari Senin, Kementerian Pertahanan Korsel memperingatkan bahwa Pyongyang terindikasi tengah mempersiapkan lebih banyak uji coba rudal.

Jang Kyoung-soo, Wakil Menteri Pertahanan Nasional, dalam sebuah sidang parlemen pada hari Senin mengatakan: "Kami terus melihat tanda-tanda Korut tengah mempersiapkan peluncuran rudal balistik. Kami juga memperkirakan Korut akan menembakkan rudal balistik antarbenua".

 

Saksikan video berikut:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya