Ada HET, Beras Tak Bisa Dijadikan Komoditas Politik

Dengan adanya HET, pedagang tidak bisa sembarangan menaikkan harga beras yang dijual di pasaran.

oleh Septian Deny diperbarui 05 Sep 2017, 13:30 WIB
Pekerja mengangkut beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (24/8). Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita, mengumumkan penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) komoditas beras. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan tidak ada pihak yang dirugikan akibat kebijakan harga eceran tertinggi (HET) beras yang mulai berlaku pada 1 September 2017. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan beras tidak dijadikan komoditas politik.

Dia mengungkapkan, salah satu fungsi dari HET ini adalah melindungi konsumen. Dengan adanya HET, pedagang tidak bisa sembarangan menaikkan harga beras yang dijual di pasaran.

"Jadi 250 juta masyarakat harus dijaga daya belinya. petani juga nggak boleh dirugikan," ujar dia di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (5/9/2017).

Selain itu, lanjut Enggar, adanya HET ini juga diharapkan dapat melindungi para pedagang kecil. Sebab selama ini para pedagang kecil tersebut selalu kalah bersaing dengan pedagang besar karena.

"Ada pembangunan berkeadilan. Pengusaha besar nggak membunuh yang kecil. Yang kecil bisa jadi bertumbuh besar. kemarin beberapa waktu lalu, dengan dibukanya secara bebas, maka yang kecil kalah. Jadi harus ada upaya itu bisa dibantu dan dilindungi supaya dia bisa berusaha. Sistem ekonomi liberal maka yang kuat dan cepat akan mengalahkan yang lemah. kita nggak mau itu. untuk itu, untuk jaga daya beli masyarakat, kita tetapkan HET. Kalau tidak, ini akan liar,"

Dan terakhir, dengan adanya HET maka harga beras akan lebih terkendali. Selain untuk menjaga harga, adanya HET akan menjaga agar beras tidak dijadikan komoditas politik, baik untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) maupun pemilihan presiden (pilpres).

"Ini bisa dijadikan komoditi politik," tandas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya