Pekerjaan Anak Cucu Kita Akan Dicuri Robot?

Pendidikan dan gelar mungkin membantu sebagia dari kita untuk terhindar dari penggusuran oleh kecerdasan buatan.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 06 Sep 2017, 10:06 WIB
Robot berkaki dua bernama Cassie. (Doc: Oregon State University)

Liputan6.com, Jakarta - Pengambil-alihan tugas dan pekerjaan manusia oleh robot sedang berlangsung di depan mata. Sayangnya mayoritas umat manusia belum siap menghadapinya.

Dalam konteks Amerika Serikat (AS), dua per tiga warga dewasa berpendapat bahwa, dalam 50 tahun ke depan, robot-robot akan melakukan pekerjaan kita.

Yang menarik, sekitar 80 persen dari mereka percaya bahwa pekerjaan pribadinya setidaknya aman dari kepungan robot di masa depan.

Ya, seperti dikutip dari theladders.com pada Selasa (5/9/2017), kaum dewasa sekarang ini sadar akan bahaya yang menjelang, tapi yakin bisa melewatinya.

Tapi apakah yang dipikirkan tentang proses otomatisasi? Setidaknya dalam konteks AS?


Masa Depan Anak dalam Dunia Serba Otomatis

Robot ROD2 melakukan patroli di sekitar trotoar dan garasi parkir di River Oaks District, Houston (18/8). Robot baru ini menjadi tambahan untuk tim pengaman dan patroli rutin di River Oaks District. (Michael Ciaglo / Houston Chronicle via AP)

Jika kita percaya bahwa anak-anak adalah masa depan kita, maka anak-anak itu sendiri kurang optimis tentang nasibnya.

Pada Juni dan Juli lalu, ORC International mengadakan jajak pendapat terhadap 1000 orangtua yang memiliki anak-anak usia sekolah dan remaja-remaja Junior Achievement USA.

Mereka ditanyai tentang robot dan ekonomi global. Kebanyakan orang tua khawatir.

Sekitar 77 persen orangtua mengaku "khawatir" dengan kemampuan anak mereka meraih pekerjaan yang sukses ketika dewasa akibat kompetisi global dan otomatisasi.

Para remaja yang akan menghadapi masa depan merasakan hal yang sama dan 77 persen di antara mereka juga mengatakan "khawatir" tentang otomatisasi yang dianggap mengganjal prospek pekerjaan.

LSM Kepemudaan untuk bidang pendidikan di AS, Junior Achievement berpendapat bahwa solusi mengatasi kecemasan ini ada pada sekolah.

"Banyak pekerjaan pemula sekarang ini tidak akan ada lagi pada dekade mendatang, dan banyak pekerjaan di masa depan bahkan belum ada sekarang," demikian menurut Jack Kosakowski, CEO untuk Junior Achievement USA.

"Penting menganjurkan kaum muda kita menjajaki pendidikan lebih tinggi daripada sekolah menengah, baik di universitas ataupun sekolah kejuruan. Memiliki pelatihan teknis menjadi penting bagi sukses karir di masa depan."

 

Simak juga video menarik berikut ini:


Tak Perlu Robot Terlalu Canggih

Elon Musk (AFP)

Pendidikan dan gelar mungkin membantu sebagian dari kita untuk terhindar dari penggusuran oleh kecerdasan buatan, tapi otomatisasi menjadi masalah global. Tidak ada yang bisa menghindar.

Dalam suatu surat terbuka kepada PBB, beberapa pucuk pimpinan bisnis termasuk Elon Musk dari Tesla melontarkan peringatan tentang robot pembunuh yang dapat menyebabkan "revolusi ke-3 dalam peperangan."

Peneliti ilmiah bidang komputasi, Taha Yesseri, mengingatkan bahwa bukan hanya robot pintar pembunuh yang harus diwaspadai. Robot bodoh pun harus dicermati.

"Semakin besar sistemnya dan semakin otonom robotnya, maka semakin kompleks dan semakin tak terduga perilaku sistem di masa depan," katanya tentang Wikipedia.

Untuk diketahui, sistem otonom Wikipedia menyebabkan masalah dalam menyunting konten secara daring.

Tapi Yesseri juga menggunakan contoh terkait mobil yang mengemudi sendiri dan robot-robot pembunuh.

"Dalam sistem masa depan yang memiliki banyak robot canggih, perilaku tak terduganya melebihi apa yang bisa kita bayangkan."

Kekhawatiran orang tua, anak-anak, dan para peneliti secara individual adalah bahwa robot-robot itu akan merampas pekerjaan manusia sehingga kita menjadi tidak berguna.

Tapi kekhawatiran yang lebih besar adalah bahwa perilaku tak terduga robot-robot otonom itu bisa membawa maut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya