Liputan6.com, Medan - Para pengungsi Rohingya di Kota Medan, Sumatera Utara, merasa khawatir dengan nasib keluarganya yang saat ini masih berada di zona konflik Rakhine, Myanmar. Melihat kondisi itu, para pengungsi tidak mampu berbuat banyak.
Seorang pengungsi Rohingya di Hotel Beraspati, Jalan Jamin Ginting, Kelurahan Simpang Selayang, Medan Tuntungan, Muhammad Habi mengaku saat ini ia dan pengungsi lainnya hanya bisa mendoakan keluarganya di Rakhine dapat selamat.
Advertisement
"Kami juga berdoa agar ada solusi untuk mengakhiri konflik tersebut," kata pemuda berusia 23 tahun itu, Selasa (5/9/2017).
Habi menceritakan, dirinya telah berada di pengungsian selama lima tahun. Dia juga mengisahkan tentang bagaimana militer Myanmar membantai kaum ibu dan anak-anak saat dirinya masih berada di Myanmar.
"Saya lihat sendiri bagaimana masyarakat Rohingya di sana meninggal dunia. Kalaupun ada yang hidup, di sana tidak ada makanan, sangat menderita," ungkap dia.
Mirisnya lagi, sebut Habi, saat masih berada di Myanmar dirinya beserta umat muslim lainnya tidak bisa merayakan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Yang ada hanya ketakutan, terlebih saat menyaksikan bagaimana perkampungannya dibakar militer Myanmar.
"Di sana saya menyaksikan langsung perkampungan kami dibakar, kami sangat ketakutan," kenang Habi.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Resah Status Anak
Saat ini, Habi bersama 124 pengungsi lainnya tinggal di Hotel Beraspati. Dengan kondisi yang mereka alami saat ini, Habi sangat berterima kasih kepada pemerintah Indonesia yang sudah menyelamatkan mereka.
"Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah Indonesia, kami merasa tertolong di sini," ucapnya.
Selain Habi, pengungsi Rohingya lainnya yang menyelamatkan diri dari pembantaian di Myanmar, Imam Husain, mengaku diresahkan dengan status anak-anak yang lahir di Indonesia setelah menikah di pengungsian.
Imam Husain, pengungsi asal Distrik Arkan ini baru saja dikaruniai anak ke-empat dari pernikahannya dengan Rubiza, wanita yang juga berasal dari Distrik Arkan. Keduanya sempat terpisah karena menjalani penahanan di Rumah Detensi Imigrasi.
"Kami resah dengan kelahiran anak. Kami meninggalkan Myanmar selama 5 tahun, namun belum mendapatkan kejelasan proses penerimaan di negara ketiga," ungkapnya.
Tidak hanya Imam Husain, para pengungsi Rohingya kini juga terbelenggu dalam penantian yang sama. Mereka menikah di pengungsian dan memiliki keturunan tanpa kepastian hidup.
Advertisement