Liputan6.com, Jakarta Konflik antara Korea Utara (Korut) dan Amerika Serikat (AS) memicu kekhawatiran terhadap stabilitas perekonomian global. Kondisi itu menjadi faktor eksternal yang perlu diwaspadai Indonesia baik dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi maupun menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
"Kondisi geopolitik, keamanan eskalasi Korea Utara yang menimbulkan reaksi, proses Brexit yang sedang berjalan dan terorisme adalah tantangan untuk perekonomian global di tahun depan," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (5/9/2017).
Advertisement
Untuk diketahui, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,4 persen di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Target ini naik dibandingkan 5,2 persen di APBN-P 2017.
Dalam kesempatan yang sama, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menilai, perkembangan geopolitik saat ini, terutama ketegangan Korut dan Amerika Serikat merupakan kondisi yang memprihatinkan. Pasalnya, rudal balistik yang diluncurkan Korut melintasi negara Jepang.
"Itu satu perkembangan geopolitik yang memprihatinkan. Kita lihat reaksinya bukan dari negara maju, tapi seperti Jepang," tegasnya.
Menurutnya, dampak dari konflik kedua negara ini terhadap nilai tukar rupiah tidak besar. "Dampak ke nilai tukar tidak banyak. Kita bahkan melihat inflasi terjaga rendah, yakni deflasi. Kita terus perhatikan perkembangan geopolitik di Korut dan Timur Tengah," ucap Agus.
Di sisi lain, Agus mengatakan, konflik antara etnis Rohingya dan mayoritas penduduk Myanmar tidak berdampak terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia. Namun, pengaruhnya besar dari sisi kemanusiaan.
"Itu tidak langsung terkait dengan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Tapi dari sisi kemanusiaan, kita prihatin dengan kondisi itu. Kita harap pesan yang disampaikan Menlu Indonesia bisa diterima Myanmar," jelasnya.
Untuk diketahui, baru-baru ini, Korut melakukan uji coba Intercontinental Ballistic Missile atau rudal balistik antarbenua (ICBM) yang diduga merupakan tipe Hwasong-14. Mengonfirmasi peluncuran tersebut, pihak Korut mengatakan bahwa ICBM itu terbang selama lebih dari 47 menit, mencapai ketinggian 3.724 km, dan jatuh di laut lepas utara Jepang. Jenis misil yang sama juga sempat digunakan pada uji coba 3 Juli 2017.