Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Kuskridho Ambardi menilai bahwa sebenarnya selama ini kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah mengarah kepada upaya mengurangi oligarki. Hanya saja hal tersebut belum menjangkau publik secara luas.
Advertisement
Hal itu disampaikannya dalam diskusi publik bertema ”Oligarki dalam Transformasi Ekonomi dan Politik di Indonesia" yang diselenggarakan Megawati Institute di kantornya, Jalan Proklamasi Nomor 53, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/9/2017).
Pria yang disapa Dodi ini mencontohkan, di antara bukti pengurangan oligarki tersebut tercermin dalam program pelunakan kredit untuk UMKM dan pembangunan infrastruktur. Program tersebut dimaksudkan agar kesejahteraan masyarakat dapat lebih merata.
"Lalu kesempatan para pengusaha kecil untuk memasuki dunia perbankan supaya mereka bisa menambah modalnya, bisa dianggap sebagai langkah-langkah yang bisa memperlunak oligarki. Dalam arah ke sana itu sudah ada," ujar Dodi kepada Liputan6.com, Selasa (5/9/2017).
Kemudian apakah paket kebijakannya itu cukup komprehensif? Dodi menilai hal itu masih bisa diperdebatkan lagi. Paket kebijakan Jokowi tersebut hendaknya terus disosialisasikan lebih massif lagi sehingga ide dan gagasan memperlunak oligarki bisa lebih menjangkau publik.
Dodi menyebut sejak 2014 lalu sudah terlihat langkah-langkah Jokowi untuk mengatasi oligarki. Saat itu, Jokowi tidak ingin bergantung kepada pengusaha besar. Langkah itu pun dinilainya positif lantaran akan bebas dalam membuat kebijakan negara, tanpa dihantui rasa balas budi.
"Sudah ada, tapi kurang komprehensif," imbuh dia.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Beri Akses UMKM
Karena itu, pada sisa pemerintahan Jokowi-JK ini, Dodi menilai ada dua hal yang harus dilakukan untuk meminimalisasir oligarki tersebut. Pertama soal kebijakan infrastruktur yang perlu diteruskan. Termasuk memperkuat basis pengusaha kelas menengah dan kecil agar bisa masuk dan bisa menikmati kue pembangunan Nasional.
"Itu secara substantif perlu ditambah kemudian dibikin komprehensif," ucap Dodi.
Lalu, kedua menyosialisasikan kebijakan pemerintah agar publik bisa mengetahuinya dengan jelas. Di sini perlu ada komunikasi secara intensif antara pemerintah dengan masyarakat.
"Pemerintah setiap melakukan kebijakan sering dinilai negatif. Kelihatannya mereka gagal bisa menjual, membungkus kebijakan-kebijakan mereka untuk konsumsi publik," ucap Dodi.
Jadi, tegas dia, ada urusan tentang substantif kebijakan dan urusan bagaimana mensosialisasikan kebijakan itu. Agar publik tahu apa yang dilakukan pemerintah. "Nah itu masih kurang sekarang (dilakukan)," ujar Dodi.