Liputan6.com, Jakarta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengeluhkan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia yang kurang menggembirakan. Dengan anggaran ratusan triliun rupiah dan meningkat setiap tahunnya, kualitas PNS tidak semakin membaik.
Komisioner KASN, Irham Dilmy, mengungkapkan, jumlah PNS mengalami penurunan dari 4,5 juta menjadi 4,3 juta orang. Terdiri dari 900 ribu PNS pusat dan 3,4 juta PNS daerah. Namun, anggaran yang digelontorkan untuk membayar gaji PNS naik setiap tahun.
"Jumlah PNS menyusut, tapi uang yang keluar lebih tinggi karena ada kenaikan gaji, tunjangan kinerja, bayar tunjangan hari raya (THR). Bebannya makin berat," tegas Irham saat berbincang dengan Liputan6.com di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (6/9/2017).
Baca Juga
Advertisement
Untuk diketahui, belanja pegawai PNS pusat dan PNS daerah pada tahun ini mencapai Rp 540,04 triliun. Terdiri dari anggaran belanja PNS pusat Rp 340,4 triliun dan PNS daerah sebesar Rp 199,64 triliun.
Sayangnya, diakui Irham, dengan anggaran tersebut, kualitas kinerja PNS tidak optimal. Ia mengatakan, kualitas hasil tamatan sekolah dasar (SD) yang sudah diajarkan selama enam tahun oleh guru-guru berstatus PNS membuat miris.
"Hasil kerjaan aparatur negara, contohnya kualitas hasil lulusan SD di Indonesia masih sama dengan negara Angola di Afrika. Urutan pertama kan Finlandia yang cuma sekolah dua jam, tidak ada PR, tapi hasilnya luar biasa. Bandingkan yang kayak kita atau Amerika Serikat (AS), sekolah dari pagi sampai sore tapi hasilnya begitu-begitu saja," terangnya.
Tak heran jika Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada 2016 bercokol di peringkat 113 dari 188 negara di dunia. Peringkat tersebut melorot dari posisi sebelumnya 110.
"Dengan harga segitu mahal kita bayar PNS, tidak bertambah baik. Lemes lihatnya, Jokowi juga lemes. Masa IPM kita di peringkat segitu, padahal kita salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia," Irham mengatakan.
"Ini artinya orang-orang yang menjadi aparatur sipil negara (ASN) bukanlah orang-orang yang tepat, karena ternyata masih ada unsur nepotisme. Itu yang terjadi," pungkasnya