Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli, sebagai tersangka. Keduanya dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Dalam tingkat penyidikan, kami temukan ada bukti-bukti baru yang diindikasikan TPPU. KPK tetapkan dua orang pejabat BPK sebagai tersangka," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (6/9/2017).
Advertisement
Menurut Febri, penetapan tersangka ini berdasarkan pengembangan kasus operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap keduanya. Keduanya terbukti menerima suap dari Irjen Kemendes PDTT Sugito dan mantan Kabag Tata Usaha pada Itjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.
Uang suap sejumlah Rp 240 juta tersebut berkaitan dengan pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.
"Keduanya diduga menempatkan, mentransfer, dan menyamarkan harta kekayaan yang diketahui dari hasil tindak pidana korupsi," kata Febri.
Febri mengatakan, sejumlah aset telah disita terkait kasus ini yang diduga hasil tindak pidana korupsi. Di antaranya, mobil Honda Odissey dengan identitas lain yang disita di diler saat dikembalikan pihak lain.
Selain itu, ada dua unit mobil sedan Mercy warna putih dan hitam yang disita dari keluarga dan istri salah satu tersangka. Honda CRV juga disita dari pihak lain yang namanya digunakan salah satu tersangka.
"Kemudian ada uang yang diduga berasal dari uang penjualan unit mobil senilai Rp 1,6 miliar," terang Febri.
follow the money
Sampai saat ini KPK sudah memeriksa sembilan saksi. Menurut Febri, penyidik perlu melakukan kegiatan-kegiatan tertutup sampai penetapan tersangka ini diumumkan ke publik.
"Penyidik masih terus dalami keberadaan aset-aset lain yang diduga hasil tindak pidana korupsi," Febri menambahkan.
KPK, sambung dia, terus mengembangkan kasus ini dengan strategi follow the money. "Uangnya kita kejar termasuk kepemilikan aset-aset yang diindikasikan hasil kejahatan. Ini berlaku untuk seluruh korupsi yang kita tangani, sepanjang ditemukan aset yang tidak wajar khususnya aset hasil korupsi, upaya menyamarkan asal-usul aset tersebut," beber dia.
KPK pun berharap, penggunaan Pasal TPPU dalam kasus ini dapat lebih memaksimalkan penanganan kasus tindak pidana korupsi.