Liputan6.com, Jakarta - Pemprov DKI membatalkan rencana perluasan area pelarangan roda dua hingga Sudirman-Thamrin. Kepala Dishub Andri Yansyah mengatakan, semula rencananya uji coba pelarangan akan dilaksanakan pada 12 September mendatang.
Namun setelah melalui kajian, Pemprov DKI memutuskan membatalkan uji coba tersebut.
Advertisement
"Setelah melakukan konsultasi terus, juga arahan baik dari wantimpres, DPRD dan arahan dari gubernur, kita ramu untuk saat ini pelaksanaan pembatasan belum bisa kita laksanakan," kata Andri di Balai Kota Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Alasannya, kata Andri, kawasan Sudirman tengah membangunan transportasi massal MRT dan pembangunan Park and Ride di dekat Plaza Indonesia. Bila segala fasilitas publik tersebut telah selesai, lanjut Andri, maka pelarangan motor baru bisa diterapkan.
"Sudirman-Thamrin sedang dilakukan pembangunan. Nanti kalau selesai, trotoar sudah bagus, nanti kurir atau yang antar delivery, yang biasanya gunakan motor, jadi bisa pake sepeda. Kita tunggu itu (selesai)," ucap Andri.
Selain itu, Saat ini Pemprov DKI juga akan mempertajam sosialisasi pembatasan kendaraan dan kepemilikan kendaraan pribadi.
"Kita juga akan pertajam sosialisasi, tidak hanya pembatasan tetapi juga sosialisasi (Perda) no 140 terkait masalah kepemilikan kendaraan bermotor harus memiliki garasi. Itu pasal 140 perda 5 taun 2014," ucap dia.
Demo Besar
Sebelumnya, Asosiasi pengguna sepeda motor tergabung dalam Road Safety Association (RSA) menyayangkan rencana perluasan larangan sepeda motor dari kawasan Senayan hingga Sudirman. Badan Kehormatan RSA Rio Octaviano mengatakan siap menggelar aksi penolakan.
Unjuk rasa akan melibatkan 5.000 pengguna kendaraan roda dua (bikers) pada Sabtu 9 September 2017.
"Kami akan konvoi 9 September 2017 di sepanjang ruas jalan yang akan dilarang. Kami akan coba ingatkan para penguasa di Jakarta," tegasnya di Kantor LBH Jakarta, Minggu (3/9/2017).
RSA mengklaim, kebijakan ini diwacanakan dengan proses yang tak berimbang. Pihak pengguna, seperti masyarakat, tidak dilibatkan langsung dalam proses diskusi.
"Kami sebagai salah satu elemen masyarakat tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, dan kami menilai Larangan ini akibat kepanikan pemerintah karena tidak sanggup menyediakan transportasi publik yang aman nyaman, tepat waktu dan terjangkau," klaim Rio.
Meski tujuan wacana perluasan pelarangan baik, RSA menilai, transportasi publik belum bisa dikatakan lebih baik ketimbang menggunakan sepeda motor di wilayah tersebut.
Saksikan Video Menarik Di Bawah Ini:
Advertisement