Liputan6.com, Jakarta - Komisi XI DPR mengkritik target kurs rupiah yang diusulkan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati sebesar Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat (AS) di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Proyeksi kurs rupiah ini melemah dibanding APBN Induk 2017 sebesar Rp 13.300 per dolar AS.
Anggota Komisi XI DPR, I Gusti Agung Rai Wirajaya mempertanyakan pencapaian program pengampunan pajak (tax amnesty) dalam menarik dana-dana Warga Negara Indonesia (WNI) yang terparkir di luar negeri.
"Banyak eksportir menaruh dananya di luar negeri, sehingga berpengaruh pada kurs. Lalu bagaimana dengan tax amnesty? Sejauh ini apakah para eksportir yang memarkirkan dana di luar negeri sudah masuk ke dalam negeri?" kata Politikus dari Fraksi PDI-P itu saar Raker RAPBN 2018 di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Baca Juga
Advertisement
Sementara Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, Mukhammad Misbakhun meminta Bank Indonesia (BI) mengenakan sanksi bagi WNI yang menempatkan dananya di luar negeri.
"Terkait kurs, kami minta ke BI untuk melakukan upaya serius disertai sanksi jika ada yang mengeruk sumber daya alam di sini, mendapatkan untung di Indonesia, tapi duitnya diparkir di luar negeri. Ini dilakukan dalam rangka memperkuat kurs rupiah," jelas dia.
Anggota lain, Muhammad Sarmuji dari Fraksi Golkar juga mempertanyakan target kurs Rp 13.500 per dolar AS di RAPBN 2018. Melemah dibanding target APBN 2017 sebesar Rp 13.300 per dolar AS dan APBN-Perubahan 2017 yang dipatok Rp 13.400 per dolar AS.
"Kondisi perekonomian global diperkirakan membaik di 2018, apa target kurs Rp 13.500 per dolar AS tidak ketinggian? Walaupun ada isu kenaikan Fed Fund Rate, tapi kan kita sudah berkali-kali menghadapi itu, dan kurs rupiah masih terjaga. Kenapa kurs tidak dipatok Rp 13.400 per dolar AS?," ia menerangkan.
Asumsi Makro RAPBN 2018
Sebelumnya, Anggota Komisi XI dari Fraksi Gerindra, Wilgo Zainar pun menyoroti asumsi makro kurs rupiah. "Kurs rupiah 13.500 per dolar AS apakah bisa menstimulus ekspor atau malah menjadi beban? Kita kan harus pikirkan juga neraca perdagangan kita," tutur dia.
Pemerintah dan Komisi XI DPR RI dalam pembahasan awal sepakat perubahan asumsi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018. Dalam pembahasan tersebut, pertumbuhan ekonomi dipatok sebesar 5,2 persen-5,6 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, angka pertumbuhan ekonomi tersebut diharap memberikan optimisme kepada pasar terhadap perekonomian Indonesia. Dengan demikian diharapkan pasar bisa merespon secara positif terkait target tersebut.
"Saya rasa tidak ada masalah berarti melihat masih dalam range terutama batas atas karena dinaikkan ke 5,6 persen. Saya rasa juga berikan esensi mengenai adanya sense of progress," ujar dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa 13 Juni 2017.
Untuk inflasi, disepakati pada angka 2,5 persen-4,5 persen. Kemudian, nilai tukar rupiah dipatok sebesar Rp 13.300-Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat. Sementara untuk kemiskinan, ditargetkan bisa turun menjadi 9,5 persen-10 persen.
"Kalau mau menurunkan kemiskinan di bawah 10 persen itu akan membutuhkan intervensi yang sifatnya lebih kontinu dan sangat intensif. Oleh karena itu, kita ada program-program terutama untuk mengentaskan kemiskinan dan intervensi untuk masyarakat miskin itu tetap bisa dijaga baik dari sisi pendanaan maupun efektivitas," jelas dia.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, untuk menurunkan angka kemiskinan menjadi 10 persen, sebenarnya berat untuk dicapai. Namun, dia menilai, penurunan tersebut bisa dicapai jika ada upaya serius dari pemerintah.
"Kami sepakat turunkan kemiskinan di bawah 10 persen agak berat. BPS mendukung angka 9 persen-10 persen," ujar dia.
Berikut asumsi makro 2018 yang disepakati pemerintah dan Komisi XI DPR RI:
1. Pertumbuhan Ekonomi 5,2 persen-5,6 persen
2. Inflasi 2,5 persen-4,5 persen
3. Nilai tukar rupiah Rp 13.300-Rp 13.500
4. Suku bunga SPN 4,8 persen-5,6 persen
5. Pengangguran 5,0 persen-5,3 persen
6. Kemiskinan 9,5 persen-10 persen
7. Gini ratio 0,38