Fahd A Rafiq: Saya Hanya Menjalankan Perintah Priyo Budi Santoso

Fahd mengaku hanya mengerjakan tugas dari pimpinannya, jika tidak dia akan dapat sanksi.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Sep 2017, 15:25 WIB
Ketua AMPG, Fahd El Fouz meninggalkan ruangan usai menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Alquran di Pengadilan Tipikor, Jakarta (13/7). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi pengadaan Alquran dan Laboratorium Komputer di Kementerian Agama Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq mengaku hanya menjalankan perintah atasannya, Priyo Budi Santoso. Fahd mengakui hal tersebut saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dirinya di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (7/9/2017).

"Dalam surat tuntutan kurang tepat, di mana jelas dan meyakinkan saya bukan pejabat negara melainkan hanya seorang yang di bawah tekanan, menjalankan perintah atasan saya, yaitu Priyo Budi Santoso dan Zulkarnain Djabar," ujar Fahd.

Fahd mengaku, sejak awal perkara ini terungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dirinya sudah mengaku bersalah. Dia pun meminta agar lembaga antirasuah menetapkannya sebagai tersangka.

"Saya ingin mengembalikan uang yang saya terima, tapi KPK punya pertimbangan lain sehingga sejak 2011, baru 28 april 2017 saya diperiksa dan ditetapkan sebagai tersangka," kata dia.

Lagi-lagi, Fahd mengatakan dirinya hanya diperintah oleh atasannya untuk menjadi Ketua Ormas Gerakan Muda (Gema) Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). Fahd mengaku, agar dirinya tidak dilengser dari jabatan Ketua Gema MKGR, dirinya harus patuh pada perintah. Yakni Ketua MKGR Priyo Budi Santoso dan Wakil MKGR Zulkarnaen Djabar.

"Kemudian kebutuhan Alquran satu banding 1000, hal ini yang jadi motivasi saya melaksanakan perintah ormas MKGR dengan pertimbangan ke depan posisi saya sebagai Ketum Gema MKGR tidak diganti dengan orang lain, dan kebutuhan dana organisasi dan kebutuhan masyarakat banyak," kata dia.

Fahd mengatakan, pembelaan ini tidak membuat dirinya serta merta bebas dari pertimbangan hukum. Dirinya hanya berharap agar majelis hakim mendapat keputusan dan pertimbangan gambaran bukti-bukti yang jelas.

"Posisi saya hanya mengerjakan tugas pimpinan ke saya, kalau tidak saya dapat sanksi, tidak ada niat melakukan kejahatan dalam proyek pengadaan Alquran dan proyek pengadan laboratorium komputer," terangnya.

Menurut Fahd, dirinya ikut dalam proyek tersebut demi membantu umat Muslim untuk mendapatkan Alquran. Namun Fahd menyesal lantaran ikut terlibat dalam tindak pidana korupsi tersebut.

"Saya hanya permainan dari mereaka yang begitu berwatak menjadikan saya pion dari kesenangan yang mereka peroleh. Saya orang pertama yang membuka kasus ini, pertama kali membuka kasus ini salah satu bentuk saya ikut memberantas korupsi di Indonesia, dan penyesalan saya karena mau diminta atasan untuk melakukan tipikor," terang Fahd.

Harta Dirampas

Jaksa menuntut Fahd El Fouz alias Fahd A Raiq lima tahun penjara terkait kasus korupsi pengadaan Alquran dan laboratorium komputer di Kementerian Agama tahun anggaran 2011-2012. Jaksa pun meminta agar majelis merampas uang suap Rp 3,4 miliar Fahd untuk negara.

"Telah mengembalikan uang sebesar Rp 3,411 miliar untuk kemudian dirampas negara untuk uang pengganti," kata Jaksa Lie Putra Setiawan saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2017).

Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) itu juga dituntut untuk membayar uang denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa menilai Fahd El Fouz menerima hadiah dalam proyek pengadaan Alquran dan laboratorium komputer di Kementerian Agama tahun anggaran 2011-2012. Fahd disebut menerima uang korupsi Rp 3,4 miliar.

Jaksa Lie menyebut, Fahd El Fouz menerima hadiah bersama-sama politikus Golkar Zulkarnaen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetya. Uang tersebut diterima dari Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia, Abdul Kadir Alaydrus.

Saksikan video di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya