Liputan6.com, Jakarta - Bersorak, reaksi spontan para pengendara sepeda motor di Ibu Kota saat tahu Pemerintah Provinsi DKI membatalkan rencana perluasan area pelarangan roda dua melintas hingga Bundaran Senayan.
Pembatalan ini memudahkan mobilitas mereka. Tak perlu lagi takut memutar jalan yang memakan waktu tempuh lebih lama dan berpanas-panasan di jalan. Tak perlu pula khawatir kemacetan akan menumpuk di jalur sekitar Jalan Jend Sudirman.
Advertisement
Ya, Pemprov DKI mengumumkan pembatalan rencana pelebaran daerah larangan sepeda motor melintas itu, Kamis 7 September 2017 siang.
Kepala Dishub Andri Yansyah mengatakan pembatalan itu telah melalui sejumlah kajian.
"Setelah melakukan konsultasi terus, juga arahan baik dari wantimpres, DPRD dan arahan dari gubernur, kita ramu untuk saat ini pelaksanaan pembatasan belum bisa kita laksanakan," kata Andri di Balai Kota Jakarta, Kamis (7/9/2017).
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat juga tidak setuju jika kebijakan ini diterapkan sesuai dengan usulan Dishub. Djarot pun menggelontorkan sejumlah opsi, salah satunya pembatasan dilakukan hanya di jam sibuk.
"Ini perluasan, maunya drastis. Kalau drastis enggak boleh. Drastis itu mereka mengajukan jam 6 pagi sampai 10 malam. Itu menjadikan para pengendara motor yang punya pekerjaan di sekitar situ menjadi susah," kata Djarot di Balai Kota Jakarta, Kamis.
Namun, setelah mengkajinya kembali dalam sebuah rapat, wacana tersebut dibatalkan.
Ada sejumlah alasan rencana itu dibatalkan. Salah satunya karena Pemprov DKI tengah membangunan transportasi massal MRT di kawasan Sudirman dan pembangunan Park and Ride di dekat Plaza Indonesia.
"Sudirman-Thamrin sedang dilakukan pembangunan. Nanti kalau selesai, trotoar sudah bagus, nanti kurir atau yang antar delivery, yang biasanya gunakan motor, jadi bisa pakai sepeda. Kita tunggu itu (selesai)," imbuh Andri.
Saat ini Pemprov DKI akan mempertajam sosialisasi pembatasan kendaraan dan kepemilikan kendaraan pribadi.
"Kita juga akan pertajam sosialisasi, tidak hanya pembatasan tetapi juga sosialisasi (Perda) Nomor 140 terkait masalah kepemilikan kendaraan bermotor harus memiliki garasi. Itu Pasal 140 perda 5 taun 2014," ucap Andri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pertimbangan
Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat memutuskan menunda perluasan area pelarangan hingga Sudirman-Senayan.
Keputusan tersebut diambil usai Djarot bertemu Kepala Dishub DKI Jakarta dan membahas kajian rencana pelarangan motor yang semula akan diujicoba pada 12 September mendatang.
"Kadishub sudah saya panggil, kemudian dia sudah memberikan kajiannya. Dari kajian itu saya perintahkan sementara tunda," kata Djarot di Balai Kota Jakarta.
Dia menyebut tak ingin kebijakan apa pun diterapkan secara tergesa-gesa, yang pada akhirnya tidak akan efektif jika diterapkan.
"Jangan sampai kebijakan ini kemudian kita tergesa-gesa, kajiannya tidak matang kemudian di tengah jalan diubah. Dikaji betul, dihitung betul, saya minta itu," ucap Djarot.
Mantan Wali Kota Blitar ini belum dapat memastikan sampai kapan menundaan kebijakan tersebut, namun penundaan dipastikan menunggu pembangunan infrastruktur dan transportasi massal di Jalan Sudirman selesai.
"infrastruktur kita kebut betul karena 2017 kita harapkan sudah selesai. Untuk underpass dan flyover selesai semua. Baru setelah itu akan dikaji betul untuk segera dievalusasi, apakah perlu ada perluasan pembatasan roda dua atau roda empat," pungkas Djarot.
Tuai Protes
Sebelumnya, menambah wilayah pelarangan sepeda motor ini menuai protes. Aturan yang rencananya diuji coba pada 12 September 2017 itu mendapatkan penentangan dari pengendara sepeda motor, salah satunya dari Road Safety Association (RSA).
RSA bakal menggelar aksi yang disebut Gerakan Aliansi Menentang Pembatasan Sepeda Motor (GAMPAR), dan bakal diikuti oleh ribuan pengendara sepeda motor (bikers), Sabtu (9/9/2017).
Pada aksi ini, ribuan bikers bakal melakukan konvoi dari Patung Panahan, Senayan, Lapangan IRTI, dan melakukan orasi di Monas.
Rio Octaviano menjelaskan badan kehormatan RSA, peraturan ini memang bentuk diskriminasi yang dilakukan kepada para pemotor. Meskipun, dalam UU diatur pemerintah berhak mengatur ruang gerak motor dan mobil berdasarkan ruang dan waktu.
"Tapi pertanyaannya, kalau mobil dilakukan mekanisme ganji-genap dan motor diberlakukan sepenuhnya. Secara logika sederhana, ini jelas diskriminasi. Jika berdasarkan azas kesetaraan, mobil ganjil-genap harusnya motor juga ganjil-genap," jelas Rio saat berbincang dengan Liputan6.com, melalui sambungan telepon, Selasa 5 September 2017.
Rio melanjutkan jika berbicara aksi damai tersebut, merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Pasalnya, pihaknya memang tidak serta-merta muncul, dan melakukan aksi demo karena ini sudah dilakukan sejak 2007 dan 2010 lalu.
"Kita tidak tiba-tiba muncul dan langsung demo, aksi ini sudah dilakukan saat 2007 dan 2010, saat itu bernama aliansi bikers anti diskriminasi. Saat 2007 memang tidak banyak, namun 2010 sekitar seribuan bikers dan berhasil membuat Foke (mantan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo), tidak jadi mengeluarkan pembatasan sepeda motor di Jalan Sudirman-Thamrin," tambah Rio.