Liputan6.com, Brasilia - Cerita Eduardo Martins terlalu sempurna, bahkan untuk para selebritas internet. Pria berusia 32 tahun asal Brasil itu mengawali kisahnya dengan mengaku pernah menjadi korban kekerasan semasa kanak-kanak dan penyintas leukemia saat remaja.
Seperti dikutip dari BBC, Kamis (9/7/2017), ia mengaku berhasil lepas dari jerat pengalaman buruk di masa lalu serta berhasil mengubah jalan hidupnya.
Baca Juga
Advertisement
Dan kini, Martins mengklaim bekerja sebagai fotografer untuk PBB.
Pengalaman itu, menurut Martins, membuatnya mampu merasakan penderitaan manusia di wilayah konflik paling berbahaya di penjuru dunia. Selain itu, hasil fotografinya di lokasi konflik telah dirilis oleh sejumlah media kelas kakap internasional, seperti Getty, The Wall Street Journal, Vice, dan BBC Brasil.
Di sela-sela tur fotografinya di wilayah konflik di Mosul, Raqqa, atau Gaza, Martins juga mengaku memiliki hobi berselancar. Selain itu, Martins rutin berbagi momen-momen kehidupannya kepada 125.000 follower di media sosial Instagram, salah satunya saat ia menunggang ombak di Mentawai, Indonesia.
Namun, semua konstruksi latar belakang hidupnya itu runtuh, setelah investigasi BBC Brasil menunjukkan, Eduardo Martins merupakan tokoh palsu serta seorang penipu dan pencuri identitas.
Pencuri Karya Fotografer Perang
Selama bertahun-tahun, ada seseorang yang menggunakan nama Eduardo Martins untuk mencuri foto para fotografer profesional yang bertaruh nyawa guna membingkai situasi terkait konflik bersenjata di dunia.
Eduardo Martins membodohi jurnalis dan editor media internasional dengan membalik (inverted images) foto asli yang telah diambil oleh para juru potret perang profesional. Teknik itu ternyata berhasil mengelabui piranti lunak pendeteksi orisinalitas gambar.
Tokoh fiktif itu mencatut hasil potret sejumlah fotografer perang ternama, seperti Daniel C Britt dari Amerika Serikat.
Seiring waktu, klien Martins semakin bertambah banyak dan beberapa di antaranya adalah media ternama. Hal itu membuatnya semakin mudah bagi tokoh fiktif itu untuk mendistribusikan banyak foto catutan lain tanpa menimbulkan kecurigaan.
Pamornya semakin mentereng, ketika beberapa majalah dan tabloid mulai tertarik untuk mewawancarai si tokoh fiktif tersebut.
"Pernah suatu waktu aku bertugas di konflik Irak. Saat itu, aku berhenti mengambil foto untuk membantu seorang anak laki-laki yang terkena bom molotov, menaruh kamera dan membantunya keluar dari daerah konflik," kata 'Martins' kepada Recount Magazine, Oktober 2016.
"Dalam kondisi seperti itu, yang biasa terjadi saat aku bertugas, maka aku berhenti menjadi seorang fotografer dan menjadi manusia. Ketika dihadapkan dengan kondisi seperti itu, aku tidak bisa memisahkan diri dari keadaan," lanjut si penipu.
Advertisement
Mencuri Identitas Orang Lain
Tokoh fiktif Eduardo Martins juga turut mencatut identitas orang lain. Untuk profil, ia mencuri foto identitas seorang peselancar asal Inggris, Max Hepworth-Povey dari Cornwall, Inggris.
Bahkan, pada beberapa foto profilnya di Instagram, Martins nampak mengedit sebuah foto Hepworth-Povey menggunakan photoshop, mengganti latar gambar foto asli dengan sebuah lokasi konflik dan menambahkan kamera.
Sementara itu, Hepworth-Povey yang asli tidak menyadari bahwa salah satu foto profilenya dicuri oleh Eduardo Martins.
"Ketika teman-teman menunjukkanku gambar itu, aku pikir itu hanya sebuah candaan," jelas Hepworth-Povey kepada BBC Brazil.
"Namun ternyata fotoku benar-benar dicuri. Sungguh gila, ada orang yang tak dikenal memutuskan untuk menggunakan fotoku, padahal ada banyak foto lain di internet," jelasnya.
Pria asal Britania itu juga menyebut, dirinya bekerja di tempat yang sangat jauh dari zona konflik.
"Aku bekerja dan berselancar di Spanyol utara selama tiga bulan terakhir," pungkasnya.
Kedok Terkuak
Sepak terjang sang tokoh fiktif Eduardo Martins berakhir setelah menghubungi kontributor BBC Brazil, Natasha Ribeiro yang bertugas di Timur Tengah. Ribeiro curiga, karena ia dan rekan jurnalis lain yang berdinas di loksi yang sama, tidak pernah bertemu Martins secara langsung.
Kecurigaan Ribeiro memicu BBC Brazil melakukan investigasi terkait status Eduardo Martins.
BBC Inggris menghubungi PBB, organisasi yang menurut klaim Martins merupakan lembaga yang menaunginya. Akan tetapi, pihak PBB mengonfirmasi bahwa Martins tidak bekerja untuk lembaga tersebut.
Sejumlah organisasi yang kerap diklaim Martins telah dikunjungi atau dihubungi olehnya juga mengaku tak mengenal si penipu itu.
Hepworth-Povey mengatakan kepada BBC Brazil, pada tahun 2014 ia dihubungi oleh seseorang yang mengidentifikasi dirinya sebagai "Bruno" yang ingin berbicara dengannya tentang beberapa hal soal berselancar.
Tapi saat keduanya mencoba mengadakan pertemuan daring lewat saluran komunikasi berbasis video, "Streamingnya tidak berjalan dan aku putuskan hubungan dengannya," ujar Mr. Hepworth-Povey.
Pria asal Cornwall itu mengatakan, seminggu kemudian, sebuah profil palsu mengatasnamakan dirinya muncul di Facebook. Hal itu memicu Hepworth-Povey yang asli menutup akun sosial medianya itu.
"Semuanya sangat menyeramkan," katanya.
Peristiwa yang dialami oleh Hepworth-Povey bertepatan dengan periode ketika Eduardo Martins mulai mengirim gambar ke media di seluruh dunia.
Hal itu juga mungkin menjelaskan mengenai beberapa editor media yang mengaku melihat foto Hepworth-Povey kala melakukan sambungan komunikasi dengan Martins via Skype.
Akan tetapi, komunikasi via video selalu tidak pernah berhasil, ujar beberapa editor media, dan percakapan dengan fotografer palsu tersebut beralih ke pesan suara atau pesan teks yang dikirim melalui layanan pesan singkat WhatsApp.
BBC Brasil juga pernah berhubungan dengan satu dari setidaknya enam wanita, semuanya muda dan sukses secara profesional, yang mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan daring romantis dengan Eduardo Martins.
Tak satu pun dari mereka pernah bertemu dengannya secara pribadi dan mereka semua telah meminta status anonim.
Setelah jelas Eduardo Martins adalah tokoh fiktif, BBC Brasil --yang pernah mempublikasikan foto serta tulisan Martins-- mengeluarkan sebuah permintaan maaf kepada para pembacanya, menjelaskan bahwa kasus tersebut "akan membantu memperkuat prosedur verifikasi kami".
Meski skema penipuan yang dilakukan oleh Martins telah rusak, identitas asli di balik tokoh fiktif itu masih menjadi misteri.
Fernando Costa Netto, seorang fotografer dan pemilik DOC Galeria yang berbasis di Sao Paulo, mengatakan, dirinya mungkin telah secara tidak sengaja memperingatkan sang penipu bahwa sejumlah jurnalis dan media mulai menaruh curiga terhadap persona Martins.
"Pada Agustus lalu, saya sedang menyusun sebuah pameran yang menampilkan karya fotografer asal Brasil di zona perang dan telah menjalin komunikasi dengannya (sosok asli Martins)," kata Costa Netto kepada BBC Brasil.
"Kemudian dia menghilang lebih dari seminggu, saya pikir dia telah diculik oleh ISIS atau semacamnnya. Lantas saya menghubungi beberapa rekannya di Irak. Ketika kami mulai mencarinya, dia kembali muncul dan mengatakan bahwa dia baru saja mendapatkan masalah koneksi."
Nampak semakin waspada terhadap kecurigaan sejumlah jurnalis dan media, Eduardo Martins mengirim pesan terakhir kepada Costa Netto, sebelum sang penipu menutup profil media sosial dan menghapus akun WhatsApp-nya, seakan berusaha untuk menutupi jejak.
"Hei teman, saya sedang di Australia. Saya membuat keputusan untuk menghabiskan satu tahun berkeliling dunia dengan van. Dan saya akan memutus semua koneksi, termasuk internet dan IG [Instagram] saya," tulis Eduardo Martins.
"Saya ingin (berada dalam kondisi) damai, kita akan berbicara lagi saat saya kembali, salam," tutup sang penipu.
Simak pula video berikut ini
Advertisement