Liputan6.com, London - Peraih Nobel Perdamaian Malala Yousafzai buka suara soal Rohingya, yang kondisinya kian memprihatinkan. Ia mengatakan bahwa masyarakat global perlu intervensi untuk melindungi kaum minoritas Muslim Myanmar tersebut.
Dia pun mendesak pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi untuk angkat bicara soal Rohingya kepada dunia.
Advertisement
"Kami tidak bisa diam sekarang. Jumlah orang yang telah mengungsi mencapai ratusan ribu," kata Malala kepada BBC yang dikutip Jumat (8/9/2017).
Aktivis hak asasi manusia yang akan menjadi mahasiswa di Oxford dan mengaku gugup dengan kehidupan barunya itu meminta tanggapan internasional, terhadap kekerasan di Myanmar.
"Saya pikir kita bahkan tak bisa membayangkan sesaat, seperti apa rasanya jika kewarganegaraan, hak Anda untuk tinggal di sebuah negara ditolak," tutur Malala.
"Ini harus menjadi isu hak asasi manusia. Pemerintah harus bereaksi terhadap hal tersebut. Orang-orang mengungsi, mereka menghadapi kekerasan."
"Anak-anak dirampas pendidikannya, mereka tidak dapat menerima hak-hak dasar -- dan hidup dalam situasi terorisme. Bila ada begitu banyak kekerasan di sekitar Anda, sangat sulit mendapatkan hidup layak."
"Kita perlu bangkit dan meresponsnya, saya berharap Aung Sang Suu Kyi juga meresponsnya," paparnya.
Malala yang kini berusia 20 tahun, akan menjadi sarjana di Universitas Oxford. Umumnya orang-orang di sana meraih hadiah Nobel setelah rampung menempuh studi di sana, tapi dia justru sudah memilikinya saat memulai pendidikan.
"Saya mencoba menjadi murid biasa. Awalnya sedikit gugup karena tak mengenal siapapun ... tapi semuanya akan baik-baik saja," kata dia.
Dia juga mengaku senang mengikuti jejak "pemimpin wanita kuat" lain dari Pakistan, Benazir Bhutto, yang juga belajar di Oxford.
Aktivis Korban Taliban
Malala masih berusia 15 tahun ketika ditembak di bagian kepala di dalam bus saat sedang menuju ke sekolahnya di Lembah Swat. Serangan atas anak perempuan yang memperjuangkan pendidikan untuk kaum perempuan di Pakistan itu mengguncangkan seluruh dunia.
Setelah penembakan yang diduga kuat dilakukan Taliban, Malala dirawat di rumah sakit Birmingham, Inggris, yang kemudian menjadi tempat tinggal bersama keluarganya.
Karena perjuangannya atas pendidikan untuk perempuan, Malala meraih sejumlah penghargaan internasional dengan puncaknya meraih Hadiah Nobel pada 2014 bersama pegiat hak anak dari India, Kailash Satyarthi.
Bahkan, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memberikan penghargaan kepada Malala dengan menjadikan namanya untuk nama asteroid. Astronomer NASA, Amy Mainzer yang menemukan asteroid itu mempersembahkan asteroid 316201 untuk diganti menjadi asteroid Malala Yousafzai.
Kata Amy, nama ini sebagai penghargaan untuk Malala agar bisa memberikan inspirasi kepada perempuan lain di seluruh dunia. Pada usianya yang masih belia, Malala telah menjadi aktivis muda yang memperjuangkan pendidikan hingga ia nyaris tewas ditembak Taliban.
"Kami butuh sosok seperti Malala yang bisa memecahkan masalah kemanusiaan di dunia ini. Kami harus melakukan perubahan untuk mereka yang membutuhkan. Terlebih, populasi di Bumi terus bertambah," ujar Amy.
Saksikan juga video pilihan berikut ini:
Advertisement