Liputan6.com, Jakarta - Tere Liye dan Dee Lestari merasa gundah gulana mengenai tarif pajak yang mahal di negara ini bagi profesi penulis buku. Bahkan Tere Liye yang populer dengan karya-karya yang diangkat ke layar lebar itu memutuskan untuk setop menerbitkan buku di sejumlah penerbit.
Menanggapi keluhan pajak penulis, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati sudah meminta kepada Direktur Jenderal (Dirjen) pajak untuk memanggil Tere Liye maupun penulis lain guna mendiskusikan permasalahan mereka.
Baca Juga
Advertisement
"Saya sudah minta Dirjen Pajak memanggil (Tere Liye) dan melihat persoalannya, apakah soal pelayanan atau mengenai tarifnya. Nanti Dirjen Pajak akan melaporkannya ke saya," kata Sri Mulyani di Jakarta, seperti ditulis Jumat (8/9/2017).
Dia menuturkan, jika keluhan penulis mengenai pelayanan pajak, Ditjen Pajak akan segera memperbaikinya. Namun bila ini persoalan tarif, Sri Mulyani mengakui tidak dapat diselesaikan dalam jangka pendek.
"Kalau ini masalahnya pelayanan, kita harus segera perbaiki. Tapi kalau soal tarif yang berhubungan dengan Undang-undang (UU), ya kita harus jelaskan kalau ini tidak mungkin kita selesaikan dalam jangka pendek. Tidak hanya untuk penulis Tere Liye, tapi juga kepada yang lain," tegas Sri Mulyani.
Pengenaan Pajak Sesuai UU
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hertu Yoga Saksama sebelumnya menjelaskan, pada prinsipnya semua jenis penghasilan yang diterima dari semua sumber dikenakan pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menjunjung tinggi asas-asas perpajakan yang baik, termasuk asas keadilan dan kesederhanaan.
Penghasilan yang menjadi objek pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis, sehingga pajak dikenakan atas penghasilan neto yang ditentukan dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
"Wajib pajak yang berprofesi sebagai penulis dengan penghasilan bruto kurang dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun, dapat memilih untuk menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang besarnya adalah 50 persen dari royalti yang diterima dari penerbit," jelas dia.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 untuk Klasifikasi Lapangan Usaha Nomor 90002 (Pekerja Seni). Ketentuan teknis mengenai penggunaan NPPN diatur dalam peraturan Ditjen Pajak tersebut.
Hestu melanjutkan, Ditjen Pajak menghargai dan terbuka terhadap setiap masukan untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem perpajakan Indonesia.
"Masukan dari semua pihak kami tindak lanjuti sesegera mungkin, namun keputusan yang bersifat kebijakan diambil secara hati-hati dan saksama dengan mempertimbangkan semua aspek, termasuk aspek legal dan analisis dampak kebijakan secara lebih luas yang sering kali membutuhkan waktu yang tidak singkat," tutur dia.
Advertisement