Liputan6.com, California - Di Indonesia, sepeda motor adalah moda transportasi utama. Di manapun. Desa, kota, di mana saja selama ada jalan, baik bagus atau rusak. Tidak heran kalau industrinya terus berkembang. Banyak model-model baru, angka penjualannya pun tidak pernah kurang dari lima juta unit per tahun, meski memang kadang naik turun.
Kondisi ini relatif sama di negara-negara berkembang lain. Tapi di belahan dunia yang relatif lebih maju, kondisinya bisa berkebalikan.
Baca Juga
Advertisement
Contohnya di Amerika Serikat (AS), yang diakui atau tidak merupakan salah satu "kiblat" industri otomotif di dunia. Juli lalu, Bloomberg menurunkan artikel yang secara garis besar menyebut bahwa industri sepeda motor di sana sedang sekarat, ditandai dengan semakin kecilnya penjualan.
Berdasarkan data dari Motorcycle Industry Council, penjualan sepeda motor tahun 2016 hanya sebanyak 371.403 unit saja. Sebagai pembanding, pada 2006 yang dianggap sebagai tahun emas, ada 716.268 unit motor yang terjual dari berbagai merek.
Tahun 2009, penjualan sepeda motor sempat turun sampai 41 persen ketimbang tahun sebelumnya. Turun lagi 14 persen di 2010.
Satu penyebab yang paling jelas adalah krisis finansial yang terjadi tahun 2008. Sejak saat itu, industri ini tidak pernah bergerak dengan cepat. "Sulit untuk membiayainya, bahkan di pasar kredit yang sehat," demikian kesimpulan artikel tersebut kenapa semakin sedikit yang tertarik dengan motor.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bantahan
Setelah artikel ini turun, sejumlah pihak menanggapi. Satu yang paling menarik datang dari USA Today. Menurut portal berita ini, meski memang mengalami penurunan, namun bukan berarti motor ditinggalkan. Malah ia berpotensi untuk kembali bangkit dengan agen yang tidak disangka: perempuan.
USA Today menulis bahwa "pengendara perempuan membantu mengubah budaya sepeda motor di seluruh negeri."
Menggunakan data yang sama dari Motorcycle Industry Council, disebutkan bahwa dari 8,4 juta motor yang teregistrasi per 2014 lalu, perempuan perempuan pemilik motor meningkat.
Tahun 1998, hanya 8 persen pemilik sepeda motor berjenis kelamin perempuan. Sementara pada 2014, angkanya sudah meningkat jadi 14 persen.
Masuknya perempuan ke arena yang kerap dianggap begitu identik dengan laki-laki ini "membuka" pasar baru, begitu juga untuk industri perlengkapannya.
"Tahun 2000-an, sulit menemukan riding gear perempuan. Tapi sekarang pasarnya meledak," terang Andria Yu, Director of Communications for the Motorcycle Industry Council. Hal ini juga diakui oleh Paolo Bacchiarello, Director of Operations at REV’IT Sport USA, perusahaan apparel motor.
Satu aspek yang turut berkontribusi terhadap tertariknya perempuan naik motor adalah semakin banyaknya komunitas motor khusus perempuan dan sejenisnya. Selain itu, naik motor memberikan sensasi tersendiri, bahkan dalam taraf tertentu merupakan relaksasi.
"Sepeda motor memberi mereka sedikit kegembiraan. Ketika tidak mengendarai motor kami hanyalah orang biasa yang berpenampilan normal," terang Alisa Clickenger, pendiri Women's Motorcycle Tours, perusahaan pariwisata yang khusus menjaring perempuan.
"Ini seperti kencan. Anda tidak tahu bagaimana bisa sampai Anda benar-benar melakukannya. Saya hanya duduk di motor dan merasa nyaman," terang Kate O'Connor Morris, pengendara Harley-Davidson 883, yang kerap berkendara di sekitar wilayah New York lima sampai tujuh hari dalam seminggu.
Advertisement