Risiko Seks Anal Bukan Cuma Penularan HIV/AIDS

Risiko dari seks anal adalah otot di sekitar anus yang berbentuk cincin dapat menjadi longgar.

oleh Bella Jufita Putri diperbarui 08 Sep 2017, 22:00 WIB
Penelitian dalam Journal of Sexual Medicine mengatakan 1 dari 3 wanita pada usia 19-44 tahun pernah mencoba anal seks setidaknya sekali.

Liputan6.com, Jakarta Seks anal dianggap sebagai variasi yang bisa memberikan sensasi seksual bagi para pasangan suami istri. Meski tak semua pasutri senang melakukannya, tapi ada beberapa hal yang perlu diketahui sebelum mencoba seks anal.

Psikolog seksual Zoya Amirin mengatakan, seks anal sebaiknya tidak dilakukan karena meningkatkan risiko terkena penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS. Selain itu, ada beberapa risiko yang dapat menghampiri pasutri jika melakukan seks anal.

Seperti dikutip laman Klikdokter.com, Jumat (8/9/2017) dr Adithia Kwee mengatakan perilaku seks anal ini dapat timbul berbagai macam penyakit, bahkan seks anal dianggap sebagai perilaku seks yang paling berisiko.

"Anal seks sangat tidak dianjurkan untuk dilakukan. Bila ingin mencegah kehamilan, Anda dapat melakukan KB kalender ataupun senggama terputus bila memang tidak ingin penetrasi ke dalam vagina. Lakukanlah seks yang aman demi kesehatan Anda dan pasangan," ujar dr Adithia.

 


Risiko seks anal

Berikut risiko seks anal yang tidak Anda duga sebelumnya:

- Lubang anus tidak menghasilkan lubrikan seperti vagina, sehingga selain hanya akan merasakan nyeri sepanjang penetrasi di dubur, penetrasi ke dalam anus juga dapat menyebabkan luka pada anus.

- Jika terluka, kemungkinan lebih rentan dengan masuknya virus dan bakteri ke dalam pembuluh darah.

- Bagian dalam anus tidak dilapisi kulit seperti bagian luar anus sehingga tidak ada yang memproteksi masuknya virus ataupun bakteri. Dengan demikian perilaku anal seks menjadi rentan terkena penyakit menular seperti HIV/AIDS, hepatitis, HPV dan lain-lain.

- Selain itu, otot di sekitar anus yang berbentuk cincin dapat menjadi longgar bila seks anal dilakukan berulang-ulang, sehingga lambat laun dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk menahan BAB karena ototnya menjadi longgar.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya