Benarkah Harga Gas Impor Lebih Murah dari Dalam Negeri?

Data 2016 menunjukkan, harga gas di Indonesia masih di bawah rata-rata harga gas di kawasan Asia Pasifik sebesar US$ 12,5 per MMBTU.

oleh Septian Deny diperbarui 10 Sep 2017, 20:08 WIB
Selama ini, PKT membeli gas seharga US$ 6 dari perusahaan minyak dan gas lepas pantai guna memasok 5 pabrik produksi pupuk.(Liputan6.com/Abelda Gunawan)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah mempertimbangkan untuk mengimpor gas alam cair (Liqufied Natural Gas/LNG) dari Singapura. Langkah impor dipertimbangkan karena Negeri Singa menawarkan harga gas yang lebih murah dibandingkan yang diproduksi di dalam negeri.

Head of Marketing and Product Development Division PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Adi Munandir mengatakan harga gas yang diimpor dari negara lain tidak lebih murah. Sebab, untuk sampai ke Indonesia, gas tersebut harus melalui sejumlah proses yang justru membuat harganya menjadi lebih mahal dibandingkan yang diproduksi di dalam negeri.

"Harga gas paling murah saat ini dari Amerika Serikat sekitar US$ 3 per MMBTU. Tetapi untuk sampai ke Indonesia apakah harganya masih murah?," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (10/9/2017).

Menurut Adi, angka US$ 3 itu baru harga di hulu. Gas yang dikirim ke negara lain masih membutuhkan proses liquefaction dengan biaya US$ 3 per MMBTU. Kemudian pengiriman dari Amerika Serikat sampai ke Singapura membutuhkan biaya US$ 2,5 per MMBTU. Ditambah proses regasifikasi dengan biaya US$ 2 per MMBTU.

"Kemudian dikirim ke Lampung butuh proses transmisi dan distribusi sampai ke pelanggan yang kalau di total mencapai US$ 11,5 per MMBTU belum termasuk pajak-pajak. Jadi terkonfirmasi harganya lebih mahal dari domestik," kata dia.

‎Bahkan, lanjut Adi, data 2016 menunjukkan, harga gas di Indonesia masih di bawah rata-rata harga gas di kawasan Asia Pasifik sebesar US$ 12,5 per MMBTU. Di China harga gasnya bahkan lebih dari US$ 25 per MMBTU.

"Biaya transmisi dan distribusi di Indonesia juga lebih murah dibandingkan China dan Jepang. Tetapi memang biaya regasifikasi di Indonesia paling tinggi dari negara lain mencapai US$ 3,5 per MMBTU," ungkap dia.

Dengan demikian, gas yang diimpor dari negara lain tidak selalu lebih murah dari produksi dalam negeri ketika sudah sampai di Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah diminta untuk mempertimbangkan kembali kebijakan impor gas.

"Lalu apakah kalau impor gas, harganya otomatis lebih murah? ‎‎Kebijakan impor gas multidimensi dampaknya. Kalau impor gas tujuannya ingin mendapat harga gas lebih murah. Di Indonesia banyak sumbernya, harusnya lebih murah dari pada impor dan kebijakan gas domestik ada dipemerintah kendalinya," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya