Liputan6.com, Vladivostok - Vladivostok, kota di Timur Jauh Rusia, akan memainkan peran penting dalam menjembatani negara-negara di Barat dan Timur. Selain itu juga bisa menjadi Silicon Valley baru, demikian disampaikan Presiden Siemens, Dietrich Moeller.
Vladivostok adalah kota pelabuhan terbesar di Timur Jauh Rusia, dengan industri utama yaitu transportasi laut dan perikanan.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Moeller, kawasan Timur Jauh --termasuk Vladivostok-- adalah wilayah yang mengundang banyak perhatian karena pembangunan di sana lebih cepat di banding daerah-daerah lain di Rusia. Demikian seperti dilansir RBTH Indonesia, Minggu (10/9/2017).
"Vladivostok adalah gerbang ke wilayah Pasifik, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan AS. Dan pembangunan di Timur Jauh akan semakin meningkat. Saat ini, kota tersebut sudah berpotensi tinggi dalam hal logistik, namun selanjutnya ia akan menjadi Silicon Valley-nya Rusia,” ujar Moeller.
Silicon Valley adalah julukan bagi sebuah daerah di California, AS yang menampung banyak perusahaan teknologi ternama seperti Apple, Google, dan Intel. Daerah ini sering dianggap sebagai tonggak kemajuan teknologi dunia.
Presiden Siemens itu menambahkan, saat ini banyak yang diinvestasikan di Timur Jauh dalam hal infrastruktur dan industri. "Ada banyak proyek-proyek besar, seperti yang sedang dikerjakan Rosneft (perusahaan minyak Rusia), dan ada juga proyek yang lebih kecil."
"Perusahaan kami (Siemens) berspesialisasi di perlengkapan industri dan infrastruktur. Kami mengirimnya untuk sektor energi, transportasi, dan kesehatan. Kami pun tertarik dengan wilayah itu (Vlaidovstok dan TImur Jauh Rusia). Hari ini, kami membicarakan fakta bahwa penggunaan teknologi digital di Timur Jauh dapat menjadi mesin utama pembangunan di sana," tambahnya.
Paris Berencana Lakukan Hal Serupa
Miliarder asal Prancis, Xavier Niel berambisi menjadikan Kota Paris sejajar dengan Silicon Valley, sebagai pusat investasi dan inovasi teknologi. Dia pun telah membangun inkubator startup di kota tersebut untuk menampung ambisinya.
"Orang-orang berpikir sulit dan rumit untuk menciptakan pelaku startup yang sukses di Paris. Karena itulah kami membutuhkan inisiatif semacam ini, untuk menciptakan hal yang dapat membantu negara kita menjadi negara teknologi terbesar di dunia. Kami harap kita memiliki Facebook berikutnya di sini," jelas Niel seperti dikutip dari The New York Times, 29 Juni 2017.
Niel menantang pengusaha se-negaranya menggemakan dukungan kepada Presiden Prancis untuk membentuk apa yang disebut "Negara Startup."
Niel menghabiskan 250 juta euro (US$ 269 juta) atau setara Rp 3,58 triliun untuk mengubah sebuah tempat seluas 34.000 meter persegi (366.000 kaki persegi) menjadi kampus startup.
Dia ingin menjadikan tempat berjuluk Stasiun F ini sebagai inkubator startup terbesar di dunia. Ribuan orang mulai dari pengusaha teknologi, investor dan penemu diundang datang ke lokasi ini.
Bahkan, perusahaan teknologi seperti Facebook Inc., Microsoft Corp dan perancang video game Ubisoft Entertainment SA, serta perusahaan modal ventura termasuk Daphni dan Ventech, telah berjanji untuk menyediakan staf di kampus buatan Niel untuk memberi saran dan mendampingi para wirausahawan yang ada.
Setelah membuat peruntungan dengan menciptakan operator telepon murah Iliad SA, Niel telah memainkan peran kunci dalam membentuk ekosistem startup di Prancis.
Keluarnya Inggris dari Uni Eropa mungkin memberinya kesempatan untuk meningkatkan profil Paris di kancah teknologi global.
"Kami dulu adalah kota terbesar ke-10 untuk teknologi di dunia. Sekarang kami nomor 3 di belakang London dan kami harus menjadi nomor 2," tegasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement