Liputan6.com, Washington, DC - Dewan Keamanan PBB, atas dorongan Amerika Serikat, secara resmi mengusulkan pemungutan suara untuk membahas mengenai rancangan resolusi sanksi baru terhadap Korea Utara yang rencananya akan dilaksanakan pada Senin 11 September 2017.
"Amerika Serikat memberitahu Dewan Keamanan PBB niatnya untuk melakukan pemungutan suara mengenai rancangan resolusi untuk menetapkan sanksi tambahan terhadap Korea Utara, Senin 11 September," jelas sebuah pernyataan yang dirilis oleh representasi AS di PBB, seperti yang dikutip dari VOA News Indonesia, Minggu (10/9/2017).
Baca Juga
Advertisement
Rancangan resolusi sanksi baru itu, rencananya, akan menetapkan larangan penjualan minyak, produk minyak jadi, serta elpiji ke Korea Utara.
Pyongyang mengimpor hampir semua minyak dan gasnya dari China, dan tanpa itu, menurut para pakar, perekonomian negara yang dipimpin oleh Kim Jong-un akan dengan cepat mengalami keterbatasan yang signifikan.
Rancangan resolusi yang diusulkan AS itu juga bertujuan untuk memutus ekspor tekstil dari Korea Utara, yang bernilai ratusan juta dolar per tahun, serta pembatasan penyaluran tenaga kerja Korut ke negara lain.
Menurut laporan, tenaga kerja asing Korea Utara yang bekerja di negara lain diwajibkan mengirim sebagian besar gaji mereka kepada pemerintah.
Sumber-sumber diplomatik mengatakan kepada media bahwa Rusia dan China menentang sebagian besar poin rancangan resolusi yang diusulkan oleh AS itu, terkecuali larangan ekspor tekstil.
Filipina Tangguhkan Hubungan Dagang dengan Korut
Sementara itu, beberapa hari sebelumnya, Filipina telah menangguhkan hubungan perdagangan dengan Korea Utara. Menteri Luar Negeri Filipina Alan Peter Cayetano mengatakan, langkah tersebut diambil untuk mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB atas uji coba rudal yang berulang kali dilakukan Korea Utara.
Amerika Serikat dan sejumlah negara Barat lainnya telah mendesak PBB untuk mempertimbangkan sanksi baru yang lebih kuat terhadap Korut setelah negara pimpinan Kim Jong-un tersebut melakukan uji coba nuklir teranyar pada Minggu 3 September.
"Kami telah menghentikan hubungan perdagangan dengan Korut. Kami akan sepenuhnya mematuhi resolusi DK PBB, termasuk sanksi ekonomi," ujar Menlu Cayetano seperti dikutip dari The New York Times, 8 September 2017.
Seiring dengan ambisi pemimpin Korut Kim Jong-un untuk meningkatkan pengembangan senjata rudal dan nuklir yang bertentangan dengan sanksi PBB, ketegangan di Semenanjung Korea pun meningkat.
Sepanjang tahun 2017, Korut telah melakukan serangkaian uji coba rudal. Salah satunya, bahkan terbang melintasi langit Jepang.
Filipina merupakan mitra dagang terbesar kelima Korut dengan nilai perdagangan bilateral medio Januari hingga Juni tahun ini US$ 28,8 juta. Demikian menurut Badan Promosi Perdagangan dan Investasi Korea.
Secara tahunan, Korut mengimpor US$ 28,8 juta produk dari Filipina pada tahun 2016, meningkat 80 persen dari tahun sebelumnya. Sementara itu, impor Manila dari Pyongyang melonjak menjadi 170 persen menjadi US$ 16,1 juta.
Menurut Departemen Perdagangan dan Industri Filipina (DTI), ekspor utama ke Korut pada tahun 2015 adalah komputer, integrated circuit (IC), pisang, dan pakaian dalam wanita.
"DK PBB sudah cukup jelas. Sebagian dari ini adalah sanksi ekonomi dan Filipina akan menerapkannya. Kami telah berkomunikasi dengan Sekretaris DTI dan saya rasa, kami telah mendapat arahan dari istana (presiden) untuk mendukung resolusi DK PBB," terang Cayetano.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement