Gesek Kartu Nontunai di Kasir dan Kena Biaya 3 Persen, Bolehkah?

Pemilik kartu kredit dan debit perlu tahu soal dua hal ini.

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 12 Sep 2017, 07:00 WIB
Ilustrasi Foto Mesin Kasir (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Pemilik kartu kredit dan debit perlu update dengan dua hal ini. Pertama, tentang gesek kartu kredit dan kartu debit di kasir. Kedua, soal biaya tambahan 3 persen kartu kredit. Dua hal itu sudah dilarang Bank Indonesia. Mengapa?

1. Larangan Gesek Kartu Kredit dan Kartu Debit

Baru-baru ini, masih di awal September, Bank Indonesia mengeluarkan pengumuman tentang larangan gesek kartu kredit secara ganda saat bertransaksi di mesin kasir. Dalam edaran yang diumumkan di situs bi.go.id, Bank Indonesia melarang merchant menggesek kartu kredit sebanyak dua kali saat bertransaksi. Larangan ini berlaku untuk transaksi nontunai, dengan kartu kredit maupun kartu debit.

Sekadar informasi, kasus double gesek ini banyak dialami nasabah di banyak merchant. Antara lain dalam transaksi di supermarket atau minimarket, hingga kafe. Kasir akan menggesek kartu kredit kita di mesin Electronic Data Capture (EDC) milik bank penyedia transaksi. Setelah itu, petugas kasir menggesek lagi di mesin kasir untuk mendapatkan struk belanja.

Kini dengan edaran terbaru Bank Indonesia, merchant diminta untuk menggesek kartu kredit sekali saja, yakni di mesin EDC. Bank Indonesia menyarankan kamu sebagai konsumen tidak memberikan kartunya ke mesin kasir.

Bagaimana jika merchant tetap meminta kartu digesek di mesin kasir? Jika merchant masih menggesek kartu kredit ataupun debit sebanyak dua kali, Bank Indonesia meminta konsumen untuk melaporkan identitas merchant ke contact center Bank Indonesia di nomor (021) 131 atau email bicara@bi.go.id. Akun twitter Bank Indonesia @bank_indonesia dan facebook BankIndonesiaOfficial bisa kamu gunakan.

BI beralasan, larangan ini untuk melindungi data nasabah pengguna transaksi non tunai dari pencurian data dan informasi kartu.  Maklum, data nasabah dan informasi kartu nontunai dapat diketahui oleh merchant pemilik mesin transaksi di kasir.

Larangan ini telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Pada Pasal 34 huruf b, Bank Indonesia melarang penyelenggara jasa sistem pembayaran menyalahgunakan data dan informasi nasabah maupun data dan informasi transaksi pembayaran selain untuk tujuan transaksi pemrosesan pembayaran.

"Tercakup di dalamnya adalah larangan pengambilan data melalui mesin kasir di pedagang,” demikian keterangan Bank Indonesia dalam situsnya, 5 September 2017.

Larangan ini mulai efektif berlaku pekan lalu. Pengalaman HaloMoney.co.id di sebuah supermarket berlogo warna merah di Tangerang Selatan sudah tidak menggesek kartu debit di mesin kasir atau cash register.

Pramuniaga mengatakan tidak berani lagi menggesek kartu debit dan kartu kredit karena sudah dilarang. “Sebelumnya digesek ke mesin kasir agar transaksinya bisa langsung diketahui kantor pusat,” begitu seorang pramuniaga tersebut.  

 Simak video pilihan di bawah ini:

 


Plus dan Minus Aturan ini

Gesek ganda dalam transaksi dengan kartu kedit dan debit di berbagai merchant, terutama di supermarket, hyermarket dan minimarket, sebenarnya telah berlangsung lama. Dengan larangan baru ini, masyarakat dan merchant tentu cukup terkejut. Sebab transaksi mereka yang selama ini berlangsung ternyata tergolong transaksi yang berpotensi disalahgunakan.

Kini dengan larangan ini, Bank Indonesia ingin melindungi nasabah dari potensi penyalahgunaan tersebut. Langkah ini tentu perlu diacungi jempol. Hanya saja, larangan ini bisa merugikan konsumen jika merchant belum siap sehingga tidak bisa mengeluarkan struk belanja.

Sebab selama ini merchant menggesek kartu nontunai sebagai cara untuk mengeluarkan struk belanja. Dengan pemberitahuan yang terbilang mendadak ini, konsumen dan merchant bisa mengalami kesulitan dalam bertransaksi. Baca juga: Pinjaman KTA Mudah Tanpa Syarat Kartu Kredit


2. Biaya Tambahan 3 persen Kartu Kredit

Hal kedua yang perlu diketahui oleh pengguna transaksi nontunai, terutama dengan kartu kredit, ialah soal biaya tambahan kartu kredit. Masalah ini belum banyak diketahui oleh nasabah maupun merchant sehingga biaya tambahan 3 persen masih sering terjadi.

Biaya tambahan kartu kredit sebesar 3 persen sebenarnya sudah dihapus oleh BI lewat Peraturan Bank Indonesia nomor 11/11/PBI/2009 tentang penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu. Pada pasal 8 disebutkan bahwa acquirre atau penerbit kartu kredit wajib menghentikan kerja sama dengan merchant yang merugikan, baik merugikan pihak penerbit dan pemegang kartu. Transaksi ini tergolong merugikan dan telah dilarang oleh Bank Indonesia.

Dari riset HaloMoney.co.id, larangan ini pernah diumumkan secara terbuka oleh Analis Eksekutif Tim Pengaturan Sistem Pembayaran Direktorat Akuntansi dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Puji Atmoko di Gedung BI, Jakarta, Rabu (5\/4\/2011).

Biaya tambahan kartu kredit  sebesar 3 persen ini dikenal juga dengan Merchant Discount Rate (MDR) atau surcharge. Biaya itu biasanya dikenakan oleh pihak bank kepada pemilik toko sebagai biaya penggunaan mesin EDC di toko mereka untuk memudahkan pembayaran dari pembeli.

Namun faktanya, sering kali pemilik toko mengalihkan biaya itu kepada pembeli yang membayar menggunakan kartu kredit. Alasannya, pemilik merchant tidak ingin kehilangan keuntungan.

Tapi harus diakui, biaya tambahan kartu kredit ini sebenarnya cukup dilematis bagi merchant. Pemilik toko kadang hanya mendapatkan sedikit keuntungan dari barang atau jasa yang dibeli dengan kartu kredit tersebut. Maklum, biaya tambahan kartu kredit sebesar 3 persen sebenarnya harus diserahkan kepada pihak bank. Bisa jadi mereka malah menanggung kerugian setelah transaksi tersebut.

Namun di sisi lain, konsumen nantinya akan dikenakan bunga oleh bank setelah pembelian dilakukan di merchant. Akibatnya, konsumen dibebani dengan biaya ganda, yakni biaya tambahan tiga persen ini dan bunga kartu kredit.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya