Liputan6.com, Jakarta - Target nilai tukar rupiah Rp 13.500 per dolar AS dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati bukan tanpa alasan. Target yang lebih lemah dibanding APBN-Perubahan 2017 ini mempertimbangkan tren kenaikan suku bunga AS dan kondisi di Eropa.
Sri Mulyani memperkirakan outlook kurs rupiah sampai akhir tahun sebesar Rp 13.400 per dolar AS seiring pemulihan ekspor dan kontribusi aliran investasi langsung asing atau Foreign Direct Investment (FDI). Realisasi nilai tukar rupiah per 7 September ini di level Rp 13.331 per dolar AS.
"Kami harapkan kurs akan stabil pada rentang Rp 13.300-Rp 13.400 per dolar AS di 2017. Outlook sampai akhir tahun ini sekitar Rp 13.400 per dolar AS," ujarnya saat Raker RAPBN 2018 di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Baca Juga
Advertisement
Di RAPBN 2018, Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah memasang target Rp 13.500 per dolar AS. Lebih lemah dibanding patokan target Rp 13.400 per dolar AS di APBN-P 2017 karena melihat dinamika yang terjadi di dalam maupun luar negeri.
"Ada dinamika kenaikan suku bunga AS, berakhirnya quantitative easing (QE) di Eropa, sehingga harus diperhitungkan dari sisi kurs atau spred suku bunga Indonesia dan negara-negara yang menjadi anchor, seperti AS, Euro dan Jepang," terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara memproyeksikan nilai tukar rupiah akan bergerak sekitar Rp 13.550 per dolar AS di 2018. "Kurs rupiah Rp 13.550 per dolar AS bukan rata-rata ya, itu end of year," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah dan BI perlu mewaspadai kondisi perekonomian di AS, salah satunya tren penyesuaian suku bunga The Fed. BI meramalkan, The Fed tidak akan menaikkan Fed Fund Rate (FFR) sebanyak 3-4 kali sesuai perkiraan awal.
"Di 2018, kami sarankan lebih berhati-hati karena tren kenaikan suku bunga AS masih akan terus. Tahun ini tidak jadi 3-4 kali, tapi mungkin 2 kali saja. Tapi tahun depan naik sih sudah pasti, 2 atau 3 kali, ini terus dipantau," tuturnya.
"Kalau suku bunga AS naik, bisa saja daya tarik mata uang emerging market di 2018 menjadi kurang, seperti di situasi 2017. Itu kenapa kami menaruh proyeksi lebih konservatif di 2018," jelas Mirza.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rupiah hari ini
Nilai tukar rupiah bergerak menguat pada perdagangan Senin ini. Seiring berjalannya bulan September, Dolar AS sepertinya akan terus melemah.
Mengutip Bloomberg, Senin (11/9/2017), rupiah dibuka di angka 13.187 per dolar AS, turun tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya. Namun menjelang siang, rupiah mampu menguat ke kisaran 13.140 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran lebar pada 13.126 per dolar AS hingga 13.189 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah mampu menguat 2,41 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.154 per dolar AS, menguat jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 13.284 per dolar AS.
Dolar AS memang terus tertekan di Asia semenjak meningkatnya risiko gopolitik terkait aktivitas yang dijalankan oleh Korea Utara. Namun pelemahan pada hari ini tidak terlalu besar.
Pekan lalu, Korut membuat seisi Bumi ketar-ketir. Sebab, negara itu diduga telah melakukan uji coba nuklir keenam, sekaligus yang terkuat. Pyongyang mengklaim, ledakan yang memicu gempa lokal dengan kekuatan 6,3 SR tersebut berasal dari ledakan senjata termonuklir, yang konon bisa dipasang di rudal antarbenua milik mereka.
"Pelaku pasar masih melihat dampak negatif dari berbagai sentimen geopolitik terhadap dolar AS," jelas analis Mizuho Securities Masafumi Yamamoto dikutip dari Reuters. Namun memang pada hari ini tekanan terhadap dolar AS tidak terlalu besar.
Advertisement