Liputan6.com, Jakarta - Saksi ahli Noor Aziz Said menilai bahwa politikus Hanura Miryam S Haryani telah mendapat tekanan sebelum diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini menyebabkan Miryam tidak memiliki keleluasaan dalam memberikan keterangan.
"Saat memberikan keterangan, dia (Miryam) sudah berada di bawah pengaruh sesuatu, sehingga dia menuruti dan tidak memiliki kehendak bebas," tutur Noor Aziz kepada majelis hakim saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (11/9/2017).
Advertisement
Dia berpendapat, paksaan atau tekanan bisa berasal dari manusia. Saat hadir sebagai saksi terkait kasus e-KTP, Miryam kemungkinan sudah berada di bawah ancaman. Ancaman atau paksaan tersebut bisa juga berupa pesan dari pihak luar dan itu telah memengaruhi psikis mantan anggota Komisi II DPR tersebut.
"Jadi tidak terbatas pada penyidik, bisa jadi tekanan psikis sebelumnya," tegas Noor.
Dia menuturkan, penyidik KPK tidak menekan politikus Hanura itu saat memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) kasus korupsi e-KTP. Dia menilai, saat melengkapi BAP, Miryam tanpa tekanan dari penyidik.
Kasus Miryam S Haryani ini bermula saat persidangan kasus e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Kala itu, Miryam didatangkan sebagai saksi. Miryam merupakan saksi yang menyebut sejumlah nama anggota legislator menerima uang bancakan proyek e-KTP.
Karena keterangannya ini pula, nama Miryam disebut dalam dakwaan Irman dan Sugiharto. Miryam juga diduga menerima aliran dana e-KTP sejumlah US$ 23 ribu.
Miryam Bantah BAP
Namun, pada sidang keempat kasus e-KTP, Miryam secara mengejutkan mencabut seluruh BAP-nya. Dia mengaku mendapat tekanan dari penyidik KPK saat menjalani pemeriksaan. Keterangan yang tertulis dalam BAP, kata dia, hanya untuk menyenangkan penyidik.
Namun, aksi inilah yang ternyata menjerat Miryam. KPK menyebutkan, Miryam S Haryani telah memberikan keterangan palsu di bawah sumpah dalam persidangan.
Miryam Haryani pun akhirnya didakwa telah memberikan keterangan tidak benar pada saat persidangan perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan Sugiharto.
Miryam pun disangkakan telah melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement