Liputan6.com, Tegal - Ratusan awak angkutan konvensional dari Kota Tegal dan Kabupaten Tegal melakukan aksi demo menolak keberadaan transportasi online di depan kantor Balai Kota setempat, Senin, 11 September 2017.
Massa yang tergabung dalam Aliansi Transportasi Tegal datang dengan membawa sejumlah poster bertuliskan penolakan terhadap keberadaan transportasi online. Beberapa sopir terpaksa menurunkan penumpang dan ikut bergabung dalam aksi tersebut.
Awak angkutan konvensional yang terdiri atas sopir angkutan dalam kota, ojek konvensional, hingga tukang becak itu memprotes sarana transportasi online atau daring (dalam jaringan) yang beroperasi di Tegal.
Baca Juga
Advertisement
Ketua Aliansi Transportasi Tegal, Bambang Suratmo, mengatakan keberadaan transportasi online di Tegal sudah tidak bisa dibendung lagi jumlahnya. Bahkan, setiap hari jumlahnya terus bertambah banyak.
"Seperti kita ketahui bersama, kalau wilayah Kota Tegal itu sempit. Kalau transportasi online banyak beroperasi di sini membuat pendapatan kami jadi anjlok, dong," ucap Bambang.
Ia menambahkan, aksi demo turun ke jalan masih dalam rangkaian protes yang dilontarkan awak angkutan konvensional. Sebelumnya, mereka menggelar aksi di depan Kantor DPRD Kota Tegal serta melakukan audiensi.
"Kenapa sampai kita turun ke jalan, karena memang sejauh ini tidak ada respon positif dari pemerintah untuk membenahi ini semua menjadi lebih baik," ungkapnya.
Bambang meminta pemerintah menegakkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang larangan trasportasi online. "Kita minta segera bubarkan transportasi online baik Gojek, Gocar, dan Grab," tegas dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pertemuan Sopir Angkutan Konvensional dengan Plt Wali Kota Tegal
Sejumlah perwakilan awak angkutan diberikan kesempatan untuk bertemu dengan Plt Wali Kota Tegal, Nursholeh. Mereka diterima Nursholeh di Pendopo Ki Gede Sebayu di komplek Balai Kota Tegal.
Dalam audiensi itu, perwakilan pendemo, Riki Manasa, menyatakan sudah bertemu dengan anggota DPRD Kota Tegal beberapa waktu lalu.
"Kami sudah bertemu dengan anggota DPPRD di Komisi III. Namun, belum ada tindak lanjut," kata Riki, di hadapan Nursholeh.
Menurut dia, sejumlah kepala daerah di Jawa Tengah sudah melarang dengan tegas keberadaan tranportasi online atau daring (dalam jaringan).
Bupati Banyumas, misalnya. Dia telah mengeluarkan surat edaran pelarangan operasi ojol (ojek online). Untuk itu, massa aksi ingin kepala daerah Kota Tegal juga mengeluarkan larangan beroperasinya transportasi online.
"Begitu juga dengan daerah-daerah, misalnya Salatiga dan Magelang. Kepala daerahnya tegas melarang transportasi online," kata Riki.
Menanggapi tuntutan tersebut, Nursholeh menegaskan tidak akan bertindak melawan hukum dengan semata-mata melarang operasional transportasi online.
"Harus ada landasan hukumnya. Kalau melarang itu apa dasar hukumnya, kalau memperbolehkan apa dasarnya," tegas dia.
Nursholeh mengaku prihatin atas persaingan yang tidak sehat antara sopir transportasi konvensional dengan online ini. Dirinya pun berjanji akan bertindak meskipun pemerintah pusat belum bisa mengatur tentang keberadaan transportasi online.
"Masak pemerintah pusat tidak bisa mengatasi masalah itu. Kami pemerintah kota harus bisa mengatasinya," kata dia.
Oleh karena itu, dalam waktu dekat ini, ia akan melakukan kunjungan kerja ke daerah yang dinilai sukses mengatasi permasalahan itu.
"Harus ada dasar hukumnya. Karena itu, saya akan melakukan kunjungan kerja ke Banyumas ataupun Salatiga," ucap dia.
Namun, Nursholeh tetap mengimbau kepada awak transportasi online agar tidak merugikan transportasi konvensional.
"Ayuh nyambut gawe bareng. Aja sikut- sikutan (Ayo kerja bareng. Jangan sampai saling menjatuhkan)," Nursholeh memungkasi.
Advertisement