Triliunan Utang Pemerintah untuk Beli Alat Tempur

Utang pemerintah pusat hingga akhir Juli 2017 mencapai Rp 3.779,98 triliun.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Sep 2017, 21:32 WIB
Iring-irangan Kendaraan alutista peluncur roket saat peringatan HUT TNI ke-70 di Dermaga Indah Kiat, Cilegon, Banten, Senin (5/10/2015). HUT TNI Ke-70 ditandai atraksi tempur tiga matra TNI Angkata Darat, Laut dan Udara. (Liputan6.com/Faisal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyatakan, utang dari pinjaman dalam negeri dan luar negeri di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 akan didominasi untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista). Nilainya mencapai belasan triliun rupiah.

Direktur Jenderal (Dirjen) PPR Kemenkeu mengungkapkan, Robert Pakpahan mengungkapkan, pemerintah berencana menarik utang sebesar Rp 399,2 triliun pada tahun depan. Sumbernya berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 414,7 triliun dan pinjaman (netto) sebesar negatif Rp 15,5 triliun.

"Di RAPBN 2018, pinjaman (netto) sebesar negatif Rp 15,5 triliun. Itu artinya, kita lebih banyak membayar pokok pinjaman dari pada mengambil pinjaman baru," kata Robert di Gedung DPR, Jakarta, Senin (11/9/2017).

Robert lebih jauh merinci asal usul pinjaman negatif Rp 15,5 triliun di 2018, terdiri dari pinjaman dalam negeri (netto) sebesar Rp 3,1 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar negatif Rp 18,6 triliun.

"Untuk pinjaman luar negeri jumlahnya negatif Rp 18,6 triliun, artinya penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp 51,5 triliun, sementara pembayaran cicilan pokok utang Rp 70,1 triliun. Untuk penarikan pinjaman Rp 51,5 triliun, terdiri dari pinjaman tunai Rp 13,5 triliun dan pinjaman kegiatan proyek Rp 38 triliun," jelasnya.

Ia menambahkan, adapun 5 Kementerian/Lembaga pengguna pinjaman luar negeri terbesar, yaitu Kementerian Pertahanan dan Keamanan (Kemenhan) sebesar Rp 11,7 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp 6,4 triliun, Polri sebesar Rp 3,3 triliun, Kementerian Perhubungan Rp 2,4 triliun, dan Kementerian Ristek Dikti sebesar Rp 1,5 triliun.

"Kemenhan Rp 11,7 triliun untuk kebutuhan alutsista. Dan 5 Kementerian/Lembaga ini sudah menyerap pinjaman kurang lebih 90 persen dari pinjaman proyek," Robert mengatakan.

Khusus pinjaman dalam negeri sebesar netto Rp 3,1 triliun, dijelaskan Robert terdiri dari penarikan utang sebesar Rp 4,5 triliun dan pembayaran cicilan pokok Rp 1,4 triliun.

"Ini (pinjaman) difokuskan untuk alutsista dan alat material khusus (alumatsus) yang diproduksi industri pertahanan dan keamanan dalam negeri. Sementara pemberi pinjaman dalam negeri adalah Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)," tukasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Jumlah utang RI

Utang pemerintah pusat hingga akhir Juli 2017 mencapai Rp 3.779,98 triliun. Jumlah tersebut naik Rp 73,47 triliun dibanding posisi Rp 3.706,52 triliun sampai dengan Juni lalu.

Dari keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (18/8/2017), utang senilai Rp 3.779,98 triliun, terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 3.045,0 triliun (80,6 persen) dan pinjaman sebesar Rp 734,98 triliun (19,4 persen).

"Penambahan utang neto selama Juli 2017 adalah sebesar Rp 73,47 triliun," kata Direktur Jenderal PPR, Robert Pakpahan.

Kenaikan utang sebesar Rp 73,47 triliun, berasal dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 65,50 triliun dan penarikan pinjaman (neto) sebesar Rp 7,96 triliun.

Jika dilihat total outstanding utang senilai Rp 3.779,98 triliun sampai dengan bulan ketujuh ini setara dengan rasio 28,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Jumlah tersebut masih jauh dari batas toleransi dalam aturan internasional sebesar 60 persen dari PDB.

Sementara untuk memenuhi pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah menambah utang neto sebesar Rp 264,52 triliun sepanjang Januari-Juli 2017. Berasal dari kenaikan SBN sebesar Rp 264,39 triliun dan penarikan pinjaman sebesar Rp 0,13 triliun.

"Tambahan pembiayaan utang memungkinkan kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial," Robert mengatakan.

Utang pemerintah, terutama yang berasal dari pinjaman diarahkan untuk pembiayaan proyek yang dilaksanakan beberapa Kementerian/Lembaga (K/L).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya