Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mengajak para pemangku kepentingan di Indonesia untuk mengubah basis pembangunan dari mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA) beralih kepada pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM).
"Saya senang hadir di forum-forum yang membahas soal human capital/human resources atau SDM dan semacamnya karena saya ingin mendorong transformasi pembangunan kita dari SDA ke SDM," kata Hanif saat memberikan sambutan pada Indonesia Career Center Network Summit 2017 di Bogor, Selasa (12/9/2017).
Advertisement
ICCN Summit adalah acara tahunan dan sekaligus kesempatan bagi para pengelola pusat karir, pemerhati karir/SDM dan pengelola kewirausahawan dalam lingkup perguruan tinggi, konselor karir profesional, trainer pengembangan SDM, dan para peneliti "trace study" untuk saling berbagi informasi, bersilaturahmi dan bekerja sama.
ICCN Summit 2017 yang dihadiri 230 pengelola pusat karir dari berbagai perguruan tinggi dan pemerhati karir/SDM di Indonesia ini menghadirkan pembicara kunci Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri dan Mr Ryan Ang Kwok Peow dari National University of Singapore (NUS). Sebelumnya acara dibuka secara resmi oleh Rektor IPB Prof Herry Suhardiyanto.
Menteri Hanif mengatakan, saat ini konsep pembangunan di Indonesia sudah tidak bisa lagi mengandalkan SDA. Pasalnya, SDA itu sangat terbatas dan jika terus dieksploitasi maka akan merusak lingkungan.
"Kalau kita masih mengandalkan SDA efeknya bukan hanya merusak lingkungan namun juga menciptakan ketidakadilan antar generasi. Sudah saatnya kita bergeser. Jangan seperti pola pikir penjajah yang hanya melihat sesuatu dari SDA-nya, kekayaan alamnya," tutur Menaker Hanif.
Namun, menurut Hanif, saat ini Indonesia memiliki tantangan yang besar jika ingin menjadikan SDM sebagai dasar pembangunan. Pasalnya, angkatan kerja di Indonesia masih didominasi lulusan berpendidikan rendah.
"Cuma pertanyaannya bahan baku SDM kita seperti apa? Angkatan kerja kita ada 131 juta orang. 60% nya lulusan SD-SMP sedangkan sisanya lulusan SMA hingga perguruan tinggi," ujar Hanif.
Untuk itu, guna mendorong angkatan kerja yang 60% persen ini agar menjadi SDM yang memiliki daya saing maka perlu dilakukan penguatan akses dan mutu pelatihan kerja atau vocational training.
"Vocational training ini memiliki empat konsep dasar. Pertama, providernya pemerintah, baik pusat maupun daerah. Kedua, perusahaan. Di perusahaan wujud pelatihan vokasi adalah keberadaan training center. Freeport, Toyota dan beberapa perusahaan perbankan memiliki training center yang baik," ungkap Hanif.
Sedangkan yang ketiga adalah Lembaga Pelatihan Kerja Swasta dan yang keempat pemagangan berbasis jabatan.
"Kementerian Ketenagakerjaan menjalankan pemagangan berbasis jabatan bekerja sama dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Konsep pemagangan ini beda dengan yang lama. Dulu kepala sekolah menitipkan siswanya ke perusahaan. Di sana mereka pada akhirnya hanya disuruh bikin kopi atau foto copi. Bukannya membantu tapi malah mengganggu pekerjaan," kata Hanif.
Di pemagangan berbasis jabatan ini, peserta magang akan didampingi instruktur yang sesuai dengan jabatannya. "Misalkan magang di bagian kasir maka instrukturnya kasir, teknisi ya teknisi, ahli ya ahli, jadi tidak asal menempatkan lalu dibiarkan," tutur Hanif.
Skema vocational training ini, tambah Hanif, terus didorong oleh Pemerintah agar angkatan kerja baik lulusan SD-SMP maupun angkatan kerja baru lulusan SMA-Perguruan Tinggi bisa masuk ke pasar kerja sehingga pembangunan Indonesia bisa mengandalkan SDM yang berdaya saing.
(*)