Korut: AS Akan Menderita Rasa Sakit Terhebat Sepanjang Sejarah

Korea Utara mengancam AS setelah Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sanksi baru yang bisa menghambat pengembangan program nuklirnya.

oleh Citra Dewi diperbarui 13 Sep 2017, 08:15 WIB
Kim Jong-un berbincang dengan para peneliti saat meninjau pembuatan bom hidrogen pada 3 September 2017. Bom ini diklaim berkekuatan hingga ratusan kiloton ini dibuat dengan berbagai komponen produksi dalam negeri. (AFP Photo/Kcna Via Kns/Str)

Liputan6.com, Jenewa - Korea Utara mengancam Amerika Serikat dengan apa yang mereka sebut "rasa sakit terhebat". Hal tersebut diungkapkan Duta Besar Korut untuk PBB, Han Tae-song, setelah Dewan Keamanan memberlakukan sanksi baru terhadap negeri pimpinan Kim Jong-un itu.

Han mengatakan, ia menolak tegas sanksi baru Dewan Keamanan PBB yang disebutnya sebagai resolusi ilegal.

"Langkah-langkah yang akan dilakukan DPRK (Korea Utara) akan membuat AS menderita rasa sakit terhebat yang pernah mereka alami dalam sejarah," ujar Han dalam sebuah konferensi PBB di Jenewa, Swiss.

"Alih-alih membuat pilihan tepat dengan analisis rasional, rezim Washington memilih melakukan konfrontasi politik, ekonomi, dan militer, terobsesi dengan impian liar untuk menghancurkan pembangunan kekuatan nuklir Korea Utara yang telah mencapai tahap penyelesaian," kata Han seperti dikutip dari BBC, Rabu (13/9/2017).

Sanksi terbaru DK PBB diilhat sebagai cara untuk membuat Korea Utara "lapar" bahan bakar dan pendapatan untuk menjalankan program senjatanya.

Langkah-langkah itu termasuk membatasi impor minyak, melarang ekspor tekstil yang bernilai hingga US$ 700 juta, dan larangan penerbitan visa baru bagi pekerja Korut di luar negeri.

Resolusi tersebut disahkan dengan suara bulat setelah negara terdekat Korea Utara, Rusia dan China, menyetujui sanksi yang telah dilunakkan -- dibanding dengan yang sebelumnya diajukan AS.

Sebelumnya, AS mengajukan rancangan sanksi yang lebih berat. Di dalamnya termasuk pembekuan aset dan pelarangan perjalanan ke luar negeri bagi Kim Jong-un.

Menanggapi dikeluarkannya sanksi baru itu, Presiden AS Donald Trump mengaku bahwa itu hanya lah langkah kecil.

"Saya tidak tahu apakah itu akan berdampak bagi Korea Utara, tapi tentu saja menyenangkan mendapat 15 suara (persetujuan dari seluruh anggota DK PBB). Tapi sanksi tersebut bukan apa-apa dibanding dengan apa yang akan terjadi," ujar Trump.


Tanggapan Sejumlah Negara Usai DK PBB Keluarkan Sanksi untuk Korut

Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan bahwa pihaknya tak merasa senang dengan diberlakukannya sanksi baru. Meski demikian, tekanan yang akan dikeluarkan sangat bergantung kepada Korea Utara.

"Rezim Korea Utara belum melewati titik kembalinya (dalam pengembangan nuklir). Jika Korea Utara terus melanjutkan jalan berbahayanya, kami akan terus melanjutkan tekanan. Pilihannya ada pada mereka," ujar Haley.

Juru bicara kepresidenan Korea Selatan memperingatkan Korut atas sikap dan langkah yang dipilihnya.

"Korea Utara perlu menyadari bahwa tantangan sembrono melawan perdamaian internasional hanya akan membawa sanksi yang lebih kuat terhadap mereka," ujar dia.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa Korut telah mengabaikan oposisi internasional. Jika negara terisolasi itu melakukan kembali uji coba nuklir, Negeri Tirai Bambu itu menyebut Korut telah melakukan resolusi DK PBB secara berat.

China juga mengulangi seruannya untuk mengupayakan resolusi damai dan tak memprioritaskan adanya aksi militer.

"China tidak akan membiarkan semenanjung tersebut terjun ke dalam perang dan kekacauan," demikian pernyataan yang dikeluarkan Kemlu Tiongkok.

China dan Rusia juga mengulang usulan mereka agar AS dan Korea Selatan menghentikan seluruh latihan militer yang membuat Korut geram. Mereka juga meminta pengerahan sistem antirudal THAAD di Korsel untuk dihentikan.

Beijing meyakini bahwa THAAD yang menggunakan radar kuat, merupakan ancaman keamanan bagi China dan negara-negara di sekitarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya