Menko Luhut: Tidak Ada Alasan Menunda Reklamasi

Pemerintah menyatak‎an tidak ada alasan lagi untuk menunda reklamasi teluk Jakarta.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 13 Sep 2017, 21:26 WIB
Mneko Kemaritiman Luhut Panjaitan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menyatak‎an tidak ada alasan lagi untuk menunda reklamasi teluk Jakarta. Pasalnya, kajian teknis menghasilkan tidak ada masalah dengan proyek tersebut dan pendapatan dari proyek tersebut sebagian akan digunakan untuk memodali pembangun tanggul raksasa (giant sea wall).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binar Pandjaitan mengatakan, ‎semua persyaratan pengembang yang diminta Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta untuk pulau C dan D sudah dipenuhi, ‎sehingga tidak ada alasan untuk menunda pembangunannya.

"Semua persyaratan pengembang yang diminta KLH ada 11 titik sudah dipenuhi, jadi tidak ada alasan berlama-lama," kata Luhut, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Rabu (13/9/2017).

Luhut melanjutkan, untuk Pulau G saat ini sedang dalam tahap finalisasi, dia memperkirakan pekan depan semua syarat terpenuhi. Sehingga pembangunannya juga bisa dilanjutkan.

"Mengenai Pulau G lagi difinaliasi, kita berharap minggu depan selesai. Sehingga, tidak ada alasan lagi untuk tidak mengeluarkan atau tidak membolehkan proses di sana," ujarnya.

Menurut Luhut, Pemerintah Daerah akan mendapat bagian 15 persen setara dengan Rp 77,8 triliun dari proyek tersebut. Dana ini bisa dianggarkan untuk pembangunan tanggul laut raksasa penangkal abrasi, untuk menghindari penurunan tanah di Jakarta. Saat ini, tanggul tersebut telah dibangun sepanjang 20,1 Kilo meter (km).

"Pemda akan dapat 15 persen dari reklamasi itu dan hitungan nilainya hampir Rp 77,8 triliun, dan uang itu akan untuk membangun giant sea wall. Giant sea wall harus dibangun karena akan dapat masalah Jakarta kalau tidak," ujarnya.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur, Kementerian Koodinator Bidang Kemaritiman Ridwan Jaluludin mengungkapkan, ‎pendanaan pembangunan tanggul raksasa tersebut tidak bisa mengandalkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) saja.

"Kalau ditanggung APBN saja memberatkan negara, dan tidak adil bagi masyarakat Indonesia di luar Jawa," tuturnya.

Ridwan mengungkapkan, akan dilakukan perhitunan secara terbuka dengan melibatkan profesional untuk melanjutkan pembangunan tanggul raksasa tersebut. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagai pihak yang menangani proyek tersebut juga melibatkan konsultan asal Belanda dan Korea Selatan.

"Semuanya mengerucut bahwa tanggul diperlukan untuk melindungi Jakarta sebagai ibukota," tutupnya.

 


Reklamasi Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Dalam sejumlah kesempatan, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani, sebelumnya menegaskan reklamasi dilakukan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian. Dengan melanjutkan reklamasi akan menciptakan lapangan pekerjaan baru yang cukup tinggi.

"Kalau pemerintah menjalankan kembali, saya melihat ada indikasi yang sangat positif. Kadin melihat reklamasi untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan, semua negara maju juga melakukan ini," kata Rosan.

Gubernur DKI Jakarta Djarot S Hidayat juga menegaskan, reklamasi teluk Jakarta harus dilanjutkan untuk mendorong perekonomian Jakarta.

"Di negara mana pun selalu ada reklamasi. Jika ini dihentikan, ya gimana dong? Pemerintah akan melanjutkan reklamasi teluk Jakarta," ucap dia.

Sebelumnya, Kementerian KLHK mengadakan rapat internal dengan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan terkait kelanjutan megaproyek reklamasi. Siti mengatakan, pengembang juga sudah mengubah dokumen lingkungan mereka mengacu kepada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

"Kajian dampakmya secara detail 45 halaman sudah dibahas lama, bayangkan sudah 14 bulan kita minta dia memperbaiki itu," ujar Siti.

Dengan demikian, lanjut Siti, Kementerian LHK akan mencabut sanksi administrasi yang sebelumnya diberikan dan segera menyurati Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.

"Jadi saya segera menyurati Pak Gubernur untuk menjawab mengenai sanksi-sanksi lingkungan di Pulau C dan D. Sedangkan Pulau G sanksinya berbeda, itu harus didalami lagi," ujar dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya