Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pekerja seni berkumpul di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rabu malam, 13 September 2017. Mereka mendengarkan penjelasan pemerintah terkait pengenaan pajak terhadap pekerja seni.
Sejumlah seniman memiliki masalah terkait pajak. Salah satunya penulis buku Dewi Lestari atau biasa disapa Dee.
Dee mengapresiasi kinerja pemerintah karena telah menerapkan Norma Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN) sebesar 50 persen pada penulis buku. Lantaran itu membuat pajak yang ditanggung penulis lebih ringan.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau menurut saya, pajak untuk penulis kalau dibandingkan sebelumnya, setidaknya dalam tahun 2017 sudah ada perbaikan. Tadinya pendapatan bruto penulis dikenai pajak 100 persen. Sekarang setelah ada aturan penggunaan NPPN akhirnya jadi 50 persen," ujar dia.
Namun, dia menuturkan, pengenaan NPPN ini perlu dikaji ulang. Lantaran pola produksi serta pendapatan penulis berbeda dengan profesi seni lain.
"Tapi sebenarnya pola pendapatan, pola produksi penulis jauh berbeda. Kami menulis produksinya panjang, pendapatan kami sangat jarang setahun dua kali. Kalau menulis hari ini, saya baru bisa merasakan hasilnya 18 bulan kemudian. Lalu bagaimana nafkah maupun penghidupan dari bulan ke bulan. Itu yang bisa diperbaiki," jelas dia.
Dewi Lestari menuturkan, itu bukan semata-mata terkait modal yang telah dikeluarkan penulis. Melainkan, untuk merawat profesi penulis itu sendiri.
"Jadi menurut saya bukan semata-mata modal dikeluarkan tapi pemeliharaan profesinya, karena untuk menulis berikutnya saya perlu hidup dong bagaimana menulis berikutnya kalau saya masih bingung menafkahi dari buku berikutnya ke berikutnya lagi," ungkap dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Dia menekankan, untuk meringankan beban penulis sebaiknya NPPN perlu diperbaiki. "Itu sih sudah perbaikan dibanding sebelumnya, kalau memang tujuannya meringankan pajak penulis, beban pajak penulis, menurut saya NPPN perlu ditinjau ulang, karena kategori ada di sana, kami perlu tahu alasannya apa, karena dengan kategori pekerjaan lain di dalam kotak yang sama pola kami berbeda," ujar dia.
Lain lagi dengan Butet Kertaradjasa. Sebagai pekerja seni, dia mengaku tak memiliki bukti potong pajak yang lengkap. Salah satunya karena event organizer (EO) yang mempekerjakannya kadang tak memberi bukti potong pajak.
"Kami kadang-kadang enggak lengkap ada EO yang mengundang, dia setor pajak, tapi bukti potong pajaknya enggak ada," ujar dia.
Sebab itu, dia meminta pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memberi akses kemudahan.
"Boleh enggak misalnya mau isi SPT, kami mengakses kantor jenengan (Anda). Supaya kami lihat daripada kami revisi-revisi terus. Sering kami enggak lengkap bukti potongnya," tutur dia.
Advertisement