8 Seniman Yogya Wakili Indonesia di Beijing Art Biennalle

Delapan seniman asal Yogyakarta itu juga berangkat ke Beijing, China, bersama dengan sembilan seniman dari daerah lain di Indonesia.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 14 Sep 2017, 22:02 WIB
Delapan seniman asal Yogyakarta itu juga berangkat ke Beijing bersama dengan sembilan seniman dari daerah lain di Indonesia. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Yogyakarta - Delapan seniman rupa asal Yogyakarta berangkat ke Beijing, China, untuk mengikuti 7th Beijing International Art Biennale (BIAB) 2017. Camelia Hasibuan, Erizal, Gatot Indrajati, Ivan Sagita, Januri, Nasirun, Sigit Santosa, dan Ugy Sugiarto akan bertolak ke Beijing, pada 22 September 2017 dan mengikuti pembukaan pameran pada 24 September 2017.

"Ini pertama kalinya Indonesia mendapat tempat khusus special exhibition di perhelatan dua tahunan ini, sebab biasanya, perupa Indonesia datang perorangan," ujar Kuss Indarto, kurator, dalam jumpa pers di Yogyakarta, Rabu, 13 September 2017.

Selain Indonesia, tempat special exhibition juga diperuntukkan bagi seniman dari Georgia, Yunani, dan Mongolia.

Ia menyebutkan delapan seniman asal Yogyakarta itu juga berangkat bersama dengan sembilan seniman dari daerah lain di Indonesia, antara lain, Nyoman Nuarta, Joni Ramlan, Johan Abe, dan Made Wianta. Secara keseluruhan, ada 300 seniman peserta BIAB 2017 yang berasal dari 103 negara di lima benua.

Kuss menjelaskan, Indonesia memberi tema kuratorial pameran "Crossing Curent" (Arus Persimpangan). Tema itu diturunkan dari tema kuratorial BIAN 2017, yakni "Silk Road and World's Civilization (Jalan Sutera dan Peradaban Dunia).

Arus Persimpangan, ia menuturkan, menunjukkan kenyataan bahwa wilayah Nusantara sudah berabad-abad lalu menjadi medan penting bagi perlintasan berbagai kebudayaan yang ada di dunia.

"Jalan Sutera lewat jalur laut yang pernah dilakukan oleh China ratusan tahun lalu telah memberi sumbangan kekayaan budaya di banyak kawasan Nusantara," ucap Kuss.

Ia mencontohkan, pematung Johan Abe menampilkan patung perempuan berkebaya dalam pameran tersebut. Hal itu memperlihatkan bahwa kebaya yang selama ini dianggap sebagai baju khas Indonesia, ternyata merupakan produk akulturasi budaya dari keberadaan Jalan Sutera.

Ivan Sagita, salah satu seniman dari Jogja, menampilkan sebuah lukisan sejumlah orang yang sedang berkumpul. Dia memaknai Jalan Sutera sebagai peristiwa personal dalam kehidupan sehari-hari.

"Jalan Sutera sebagai bentuk perjalanan untuk pencerahan dan setiap orang bisa memiliki hal itu," kata Ivan.

Ketua Indonesia China Art Association (ICAA) Yince Djuwita menilai China sebagai pasar yang potensial untuk mengembangkan produk seni Indonesia. "Masyarakat kelas menengah yang melek seni lebih menyukai karya-karya seniman asal Indonesia dibandingkan dengan Thailand, India, maupun Vietnam," ucapnya.

Menurut Yince, seniman Indonesia menghasilkan karya yang penuh kebebasan, berekspresi, dan keberanian memberi warna. Kondisi itu berbeda dengan seniman dari negara lain, termasuk China, yang terkesan di dalam kotak.

Saksikan video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya