Liputan6.com, Malang - Cagar alam Pulau Sempu di wilayah Dusun Sendangbiru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, terancam semakin rusak. Kepentingan ekonomi membuat kawasan konservasi itu diusulkan berubah fungsi jadi Kawasan Wisata Alam Terbatas.
Setiap tahun, diperkirakan ada 30 ribu wisatawan masuk ke Pulau Sempu. Padahal, izin masuk ke dalam pulau ini seharusnya hanya untuk penelitian dan pendidikan. Pemerintah desa setempat menerbitkan peraturan desa di tahun 2013 mengenai pungutan tarif masuk sebesar Rp 5 ribu per orang.
Pengelolaan Pulau Sempu ada di bawah Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam (BKSDA). Lemahnya pengawasan dan praktik kongkalikong diduga membuat wisatawan bisa leluasa masuk sejak bertahun–tahun silam.
Baca Juga
Advertisement
Bagian Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kusnadi Wirasaputra menjelaskan, Pemerintah Desa Tambakrejo mengusulkan ke Bupati Malang pada Januari 2015 silam agar ada perubahan fungsi kawasan konservasi menjadi kawasan wisata alam.
"Ada uang sebesar Rp 1,2 miliar per tahun yang didapat dari tarif masuk itu. Kunjungan wisatawan dan pungutan itu ilegal, bisa dibawa ke ranah hukum," ucap Kusnadi saat Sosialisasi Pengelolaan Kawasan Konservasi Cagar Alam Pulau Sempu di Malang, Rabu, 13 September 2017.
Ia menduga, usulan perubahan fungsi kawasan konservasi menjadi kawasan wisata alam terbatas itu ada motif ekonomi. Padahal, kawasan konservasi terlarang untuk kepentingan bisnis dan melarang ada investor masuk untuk mengelolanya.
"Cagar alam tak boleh berubah fungsi, investor tak boleh masuk. Bagaimana usulan perubahan fungsi itu bisa muncul jadi pertanyaan besar," kata Kusnadi.
Meski demikian, bagaimana ekonomi masyarakat sekitar tetap bisa bergerak juga harus dipikirkan solusinya. Namun, bukan berarti harus mengubah fungsi konservasi Pulau Sempu menjadi kawasan wisata alam terbatas.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Lemahnya Pemahaman Konservasi
Kepala Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Yonatan Saptoes mengaku tak tahu–menahu tentang retribusi izin masuk yang ditetapkan oleh pemerintah desa.
"Saya baru dua bulan jadi kepala desa. Selama ini tidak pernah ada pemasukan ke kas desa dari izin masuk itu," kata Yonatan.
BKSDA yang memiliki kantor resort di wilayah Sendangbiru seharusnya tahu dengan semua yang terjadi di Pulau Sempu. Baik itu adanya kunjungan wisatawan itu dan tarif masuk ke dalam Pulau Sempu. "BKSDA seharusnya transparan dan kemungkinan besar selama ini tahu itu semua," ujar Yonatan.
Ia mengakui, warga desanya banyak yang mengandalkan perekonomiannya dari Pulau Sempu. Baik itu sebagai pengantar wisatawan yang masuk dengan perahu sampai menjadi pemandu. Warga berharap ada solusi jika Pulau Sempu benar–benar ditutup total untuk wisatawan.
"Kami harusnya juga diberi pendidikan bagaimana memanfaatkan sekitar Sendangbiru agar perekonomian tetap berjalan," ia memaparkan.
Adapun Kepala BKSDA Jawa Timur, Ayu Dewi Utari mengakui setiap hari ada 150–300 pengunjung yang masuk secara ilegal ke cagar alam Pulau Sempu. Namun, jumlah petugas yang hanya ada empat orang membuat pengawasan tak bisa maksimal.
"Kami sudah memasang papan sampai spanduk larangan masuk ke Pulau Sempu. Tapi kami ada keterbatasan personel untuk pengawasannya," kata Ayu.
Menurut dia, ada potensi gesekan dengan masyarakat sekitar jika petugas bersikap tegas melarang atau menangkap siapa pun yang masuk ke dalam pulau. Apalagi, jika langkah itu diambil berpotensi mematikan ekonomi masyarakat.
Pilihan lainnya, ada perubahan sebagian kawasan konservasi cagar alam Pulau Sempu dari fungsi konservasi menjadi kawasan wisata alam terbatas. Jika demikian, pengelolaan kawasan tetap diberikan ke warga sekitar dengan syarat tak boleh mendirikan bangunan permanen.
"Prosesnya masih panjang jika akan berubah fungsi dari konservasi ke wisata alam terbatas. Sekarang sudah ada kajian lapangan serta evaluasi fungsi tahunan, tunggu hasilnya," ucap Ayu.
Evaluasi fungsi kawasan itu memotret kondisi ekologisnya dan ekonomi sosialnya selama lima tahun terakhir. Pulau Sempu dengan keanekaragaman hayatinya memang menarik banyak minat investor untuk masuk mengajukan diri sebagai pengelolanya.
"Tahun lalu ada seorang pelaku usaha pariwisata yang mengajukan diri mengelola Pulau Sempu. Tapi saya tolak dan kasih tahu bahwa itu kawasan konservasi tak boleh ada investor," tutur Ayu.
Advertisement
Peluang Pemulihan Konservasi Pulau Sempu
Pulau Sempu seluas 877 hektare itu memiliki beragam keanekaragaman hayati. Fauna misalnya, mulai dari elang Jawa (Nisaetus bartelsi), macan tutul (Panthera pardus melas), lutung Jawa (Tracypithecus auratus), kera hitam (Presbitis cristata pyrrha), babi hutan (Sus sp), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus), raja udang (Alcedo athis), dan hewan lainnya.
Tim Evaluasi Fungsi Kawasan KLHK pun sudah turun ke lapangan untuk melihat kondisinya. Ketua tim, Sti Chadijah Kaniawati menyebut, kerusakan kawasan di Cagar Alam Pulau Sempu belum sampai 10 persen dari luas kawasan keseluruhan.
"Kerusakan berupa pemadatan tanah terutama di jalur yang dilintasi pengunjung dari titik awal sampai menuju laguna Segara Anakan," ucap Siti.
Perempuan yang juga menjabat Kepala Sub Direktorat Pemolaan Kawasan Konservasi KLHK ini menambakan, ada perubahan perilaku sejumlah satwa terutama yang habitatnya dilalui oleh pengunjung. Satwa seperti lutung jawa misalnya, mau menerima makanan yang diberikan manusia.
"Saat ini ada evaluasi kesesuaian fungsi. Rekomendasi nantinya apakah bisa dipulihkan fungsinya dan bisa juga perubahan fungsi kawasan. Tapi, prosesnya masih panjang," kata Siti.
Jika rekomendasi pemulihan fungsi dan statusnya tetap cagar alam, maka butuh kajian bagaimana metode pemulihannya. Kalau berubah fungsinya menjadi kawasan wisata alam terbatas, Pulau Sempu diizinkan ada kunjungan wisatawan di area tertentu.
"Kalau jadi wisata alam terbatas ya boleh dikunjungi dan pengelolaannya tetap oleh masyarakat sekitar. Pengembangan bisnis harus di luar kawasan agar konservasi tetap terjaga," Siti memaparkan.
Menurut dia, Menteri KLHK Siti Nurbaya sudah mendengar kegaduhan masyarakat mengenai usulan perubahan fungsi kawasan konservasi Pulau Sempu. Evaluasi fungsi ini sebagai respons sekaligus tindak lanjut hasil workshop penguatan fungsi Pulau Sempu, beberapa tahun lalu.
Juru bicara Aliansi Masyarakat Peduli Sempu, Agni Istigfari menyebut pemerintah abai dalam pengawasan. Buktinya, di tahun 2013 terdata 30 ribu pengunjung ilegal, sedangkan pengguna Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi) hanya 10 orang dan 90 orang lewat pengajuan penelitian.
"Seharusnya fokus pengamanan kawasan konservasi. Cagar alam itu harusnya murni untuk konservasi, bukan diubah fungsi jadi wisata alam terbatas," kata Agni.
Menurut Agni, lebih baik pemerintah mengembangkan potensi pariwisiata di kawasan yang memang sudah ditetapkan sebagai kawasan wisata. Sedangkan Cagar Alam Pulau Sempu seharusnya tetap dipertahankan dan dipulihkan kerusakannya.
"Kita bisa kehilangan salah satu benchmark cagar alam berbentuk pulau di pesisir selatan Pulau Jawa setelah Cagar Alam Nusa Barong statusnya juga sudah diturunkan," Agni menegaskan.