Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution memperkirakan, kinerja impor Indonesia, khususnya bahan baku atau penolong dan barang modal akan kembali meningkat hingga akhir tahun ini. Hal tersebut seiring dengan peningkatan investasi yang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi nasional.
"Bisa saja impornya naik, karena investasi asing dan dalam negeri kita kan lumayan bagus di tahun ini. Mestinya ini mendorong impor bahan baku, barang modal lebih baik," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Jumat (15/9/2017).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan total nilai impor Indonesia pada Agustus 2017 sebesar US$ 13,49 miliar atau turun 2,88 persen dari realisasi US$ 13,89 miliar di Juli 2017. Secara kumulatif, nilai impor tumbuh 14,06 persen dari US$ 87,40 miliar di Januari-Agustus 2016 menjadi US$ 99,68 miliar di periode yang sama tahun ini.
Baca Juga
Advertisement
Dari realisasi tersebut, impor bahan baku atau penolong justru mengalami kontraksi atau penurunan 3,47 persen di Agustus ini menjadi US$ 10,07 miliar dari bulan sebelumnya yang sebesar US$ 10,43 miliar. Sedangkan barang modal turun 5,95 persen dari US$ 2,36 miliar menjadi US$ 2,22 miliar.
Sepanjang Januari-Agustus ini, impor bahan baku dan barang modal masing-masing naik 10,09 persen dan 7,95 persen menjadi US$ 75,12 miliar dan US$ 15,48 miliar. Sedangkan di periode yang sama tahun lalu, nilai impor keduanya masing-masing 65,08 miliar dan US$ 14,19 miliar.
Sementara itu, impor barang konsumsi tetap tumbuh di Agustus 2017 sebesar 9,39 persen menjadi US$ 1,20 miliar dan naik sebesar 11,76 persen menjadi US$ 9,07 miliar dalam kurun waktu Januari-Agustus ini.
"Impor barang konsumsi kan tidak terlalu besar, dan impor bahan baku penolong dan barang modal masih oke, walaupun tidak terlalu tinggi. Jangan lihat satu periode atau bulanan saja, tapi lihatnya tahunan," jelas Darmin.
Ia memperkirakan, kenaikan impor pada sisa waktu 2017 tidak serta merta diiringi dengan peningkatan ekspor. "Tidak harus langsung. Perlu waktu juga, tapi kan ekspor masih tetap lumayan baik karena ada beberapa komoditi yang belum balik normal," kata mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Neraca perdagangan
Sebelumnya, BPS melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2017 sebesar US$ 1,72 miliar. Sedangkan secara kumulatif mencetak surplus sebesar US$ 9,11 miliar sepanjang Januari-Agustus 2017.
Kepala BPS, Suhariyanto atau yang akrab disapa Kecuk mengungkapkan, nilai ekspor Indonesia pada bulan kedelapan ini tercatat sebesar US$ 15,21 miliar. Angka ini lebih tinggi dibanding realisasi impor yang sebesar US$ 13,49 miliar.
"Jadi neraca perdagangan di Agustus surplus US$ 1,72 miliar. Surplus ini merupakan surplus bulanan terbesar sejak 2012 karena ekspor naik dan impor turun, sehingga surplusnya besar," ujar Kecuk.
Nilai kinerja neraca perdagangan yang surplus ini berbalik arah dibanding realisasi di Juli lalu defisit sebesar US$ 270 juta. Yang mempengaruhi kinerja ekspor impor ini adalah kenaikan dan penurunan harga beberapa komoditas.
"Harga komoditas yang naik, batu bara, CPO, kernel, karet, tembaga, dan nikel. Sedangkan yang turun adalah harga kedelai, beras, dan jagung. Inilah yang mempengaruhi nilai ekspor impor di Agustus 2017," jelas Kecuk.
Jika dirinci, Kecuk mengatakan, surplus US$ 1,72 miliar berasal dari surplus nonmigas yang mencapai US$ 2,41 miliar, sementara neraca dagang minyak dan gas (migas) masih defisit sebesar US$ 682,6 juta.
Secara kumulatif di Januari-Agustus 2017, surplus neraca perdagangan tercatat sebesar US$ 9,11 miliar. Dengan realisasi nilai ekspor US$ 108,8 miliar atau lebih tinggi dibanding nilai impor US$ 99,68 miliar pada Januari-Agustus 2017.
Advertisement